KBR, Jakarta- Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan menargetkan hitungan investasi proyek kereta semicepat Jakarta-Surabaya rampung dua bulan kedepan. Selain itu, juga akan diputuskan soal teknologi yang akan digunakan.
Baca juga: Jepang Sepakati Proyek Kereta Semicepat Jakarta-Surabaya
Proyek kerja sama pemerintah Indonesia dengan Jepang ini ditargetkan mulai konstruksi pertengahan tahun ini (2018). Dengan kereta semicepat, Jakarta-Surabaya bisa ditempuh dalam 5,5 jam dengan kecepatan 145-160 km perjam
"Kita finalisasikanlah dalam dua bulan ke depan ini. Ya walaupun Wapres sudah bilang mau yang narrow (gauge), kita lihat nanti. Mereka coba menghitung angkanya, tapi saya kira mungkin sudah hampir final lah di situ," kata Luhut di kantornya, Senin (8/1/2018).
Sementara itu Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, Jepang diharapkan memberikan harga yang kompetitif. Kata dia, nilai investasi untuk kereta semicepat Jakarta-Surabaya mestinya tak kurang dari Rp.60 triliun.
Meski begitu, Budi Karya mengatakan, masih membuka kemungkinan skema lain seperti membangun kereta semicepat dalam dua tahap. Yakni Jakarta- Semarang kemudian Semarang-Surabaya. "Kalau Jakarta-Semarang ya mestinya kurang dari itu. Mungkin kurang dari 60 triliun. Ada kemungkinan dalam dua tahap. Lagi difinalisasi," tambahnya.
Budi menjelaskan hal lain yang harus diselesaikan adalah perihal perlintasan sebidang. Di antara jalur Jakarta-Semarang diperkirakan terdapat 400 perlintasan sebidang. Perlintasan di wilayah perkotaan rencananya akan dibangun melayang atau elevated. Sementara di wilayah-wilayah lain harus dimatangkan dengan mempertimbangkan aspirasi dari masyarakat sekitar.
Baca lainnya:
- Percepat Proyek Strategis, Pemerintah Ubah Regulasi Tata Ruang
- BPPT Segera Gelar Studi Kelayakan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya
"Tapi di daerah-daerah kita harus identifikasi, cara apa, ada ide memang turun ke bawah atau underpass, itu lebih diminati oleh mereka. Jadi studi yang kita lakukan ini, juga selain kuantitatif juga lifestyle itu harus dipelajari," ujar Budi Karya.
Editor: Dimas Rizky