KBR, Jakarta- Koalisi 13 organisasi sipil menolak rencana pelibatan militer dalam penanggulangan terorisme, sebagaimana tercantum dalam RUU Terorisme yang sedang digodok DPR. Anggota koalisi dari Human Rights Working Group (HRWG) Muhammad Hafidz menyatakan pelibatan tersebut akan mengubah pendekatan criminal justice system menjadi war model. Selain itu, militer akan masuk ke ranah sipil yang merupakan kewenangan Kepolisian.
"Pergeseran pendekatan itu terjadi, menjadi berbahaya karena akan menempatkan penanganan terorisme berubah jadi represif dan dan eksesif," tegasnya dalam konferensi pers di kantor Imparsial, Selasa (24/1/2017) siang.
"Masuknya aparat nonjudisial yakni militer dalam sistem penegakkan hukum dalam ancaman terorisme, akan berdampak pada rusaknya tatanan sistem hukum yang ada di Indonesia," pungkasnya lagi.
Koalisi juga mengkritik sikap tertutup DPR dalam pembahasan RUU ini. Beleid ini dibahas bersama di Komisi I bidang pertahanan dan Komisi III bidang hukum.
Anggota koalisi dari Imparsial, Al Araf, menyatakan DPR selalu menyatakan sidang pembahasan berjalan tertutup. Padahal RUU ini memiliki sejumlah pasal bermasalah.
"Transparansi dan keterlibatan publik merupakan keharusan dalam negara demokratik," tandasnya.
Sejumlah potensi pelanggaran HAM dalam RUU tersebut antara lain perpanjangan penangkapan dan penahanan, ujaran kebencian yang tidak komprehensif, dan pencabutan kewarganegaraan bagi pelaku terorisme.
Editor: Rony Sitanggang