Penggunaan Anggaran Kementerian LHK Banyak Meleset
KLHK belum punya standar biaya keluaran, misalnya satuan biaya pemadaman hotspot (titik api). Sehingga, banyak anggaran yang tidak sesuai kebutuhan di lapangan.

Ilustrasi kebakaran hutan dan lahan. (Foto: www.dephut.go.id)
KBR, Jakarta - LSM Indonesia Budget Watch (IBW) mendorong Kementerian Lingkungan Hidup mengubah desain anggaran untuk menjawab kebutuhan operasional di lapangan.
Peneliti IBC, Sri Nilawati mengatakan KLHK belum punya standar biaya keluaran, misalnya satuan biaya pemadaman hotspot (titik api). Sehingga, banyak anggaran yang tidak sesuai kebutuhan di lapangan.
"Kami menemukan dari penelitian yang kami lakukan, penyusunan anggaran lebih kepada copy paste dan bersifat gelondongan," kata Sri Nilawati dalam diskusi di gedung KLHK, Jakarta, Kamis (7/1/2016).
Sri Nilawati menjelaskan ada banyak anggaran yang meleset. Misalnya dana untuk pemadaman hotspot pada 2014 sudah habis ketika target hotspot belum tercapai. Namun pada 2013, ketika serapan anggaran hanya 83 persen, justru target pemadaman hotspot terpenuhi.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluh kekurangan anggaran. Saat ini anggaran KLHK tidak mencapai satu persen dari total APBN.
Tahun 2016, KLHK mendapat Rp6,1 triliun. Dengan anggaran sebesar itu, setiap hektar hutan di Indonesia dijaga dengan biaya hanya Rp40 ribu saja. Padahal Indonesia punya banyak masalah kehutanan seperti kebakaran lahan gambut, pembalakan liar dan penegakkan hukum.
Anggaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu jauh di bawah Kementerian Pertanian yang mencapai Rp30 triliun atau Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mencapai Rp15 triliun.
Kepala Biro Perencanaan KLHK Helmi Basalamah mengatakan selama ini 60 persen anggaran KLHK habis hanya untuk operasional dan gaji pegawai. Sementara uang untuk program hanya tersisa sekitar 30 persen saja. Helmi mengatakan perlu penambahan anggaran agar kementeriannya bisa menggelar lebih banyak program yang efektif.
Editor: Agus Luqman
Peneliti IBC, Sri Nilawati mengatakan KLHK belum punya standar biaya keluaran, misalnya satuan biaya pemadaman hotspot (titik api). Sehingga, banyak anggaran yang tidak sesuai kebutuhan di lapangan.
"Kami menemukan dari penelitian yang kami lakukan, penyusunan anggaran lebih kepada copy paste dan bersifat gelondongan," kata Sri Nilawati dalam diskusi di gedung KLHK, Jakarta, Kamis (7/1/2016).
Sri Nilawati menjelaskan ada banyak anggaran yang meleset. Misalnya dana untuk pemadaman hotspot pada 2014 sudah habis ketika target hotspot belum tercapai. Namun pada 2013, ketika serapan anggaran hanya 83 persen, justru target pemadaman hotspot terpenuhi.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluh kekurangan anggaran. Saat ini anggaran KLHK tidak mencapai satu persen dari total APBN.
Tahun 2016, KLHK mendapat Rp6,1 triliun. Dengan anggaran sebesar itu, setiap hektar hutan di Indonesia dijaga dengan biaya hanya Rp40 ribu saja. Padahal Indonesia punya banyak masalah kehutanan seperti kebakaran lahan gambut, pembalakan liar dan penegakkan hukum.
Anggaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu jauh di bawah Kementerian Pertanian yang mencapai Rp30 triliun atau Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mencapai Rp15 triliun.
Kepala Biro Perencanaan KLHK Helmi Basalamah mengatakan selama ini 60 persen anggaran KLHK habis hanya untuk operasional dan gaji pegawai. Sementara uang untuk program hanya tersisa sekitar 30 persen saja. Helmi mengatakan perlu penambahan anggaran agar kementeriannya bisa menggelar lebih banyak program yang efektif.
Editor: Agus Luqman
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai