Bagikan:

Ketua KPI: Pemilik Stasiun TV Mengakali Aturan Kampanye

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) segera meminta fatwa Mahkamah Agung untuk mendapat tafsir hukum tentang pengertian kampanye. Hal ini disampaikan KPI saat menerima seribuan petisi masyarakat sipil yang mendesak KPI menghukum pemilik stasiun televisi yang

NASIONAL

Kamis, 16 Jan 2014 20:33 WIB

Author

Sasmito

Ketua KPI: Pemilik Stasiun TV Mengakali Aturan Kampanye

Ketua KPI, Stasiun TV, Kampanye

KBR68H, Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) segera meminta fatwa Mahkamah Agung untuk mendapat tafsir hukum tentang pengertian kampanye. Hal ini disampaikan KPI saat menerima seribuan petisi masyarakat sipil yang mendesak KPI menghukum pemilik stasiun televisi yang menyalahgunakan frekuensi publik untuk kampanye politik.

Ketua KPI, Judhariksawan mengatakan sulit menghukum pemilik stasiun televisi karena selama ini mereka mengakali aturan kampanye. Dalam aturan tersebut kategori kampanye di televisi harus akumulatif menampilkan visi misi, program parpol serta mengajak kampanye. Pemilik stasiun televisi sekaligus politikus berdalih tak berkampanye di televisi karena tak menampilkan hal-hal tersebut secara akumulatif.

“Supaya ini tidak menjadi simpang siur. Publik tidak dibigungkan oleh kondisi ini. Kami telah menyurat kepada Mahkamah Agung untuk menginterpretasi atau menafsirkan, apakah benar kampanye itu harus akumulasi. Kenapa MA, karena merekalah yang berhak menafsirkan. Supaya KPU, Bawaslu dan KPI memiliki pegangan yang sama,” jelas Judhariksawan di depan gedung KPI Jakarta.

Ketua KPI, Judhariksawan juga membantah lembaganya tidak memberikan sanksi kepada stasiun televisi yang dimiliki politisi seperti yang dituduhkan masyarakat.

Menurutnya, KPI telah memberikan sanksi berupa teguran kepada 6 televisi swasta karena tak proporsional dalam menyiarkan program politik Pemilu 2014. Di antaranya Global TV, MNC TV, RCTI, Global TV, ANTV, TV One dan Metro TV. Selain itu, KPI juga telah memberikan surat edaran kepada lembaga penyiaran tentang penggunaan frekuensi publik sebagai pencegahan penyalahgunaan.

Editor: Anto Sidharta

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending