Blogger Singapura Roy Ngerng dan Han Hui Hui hari Senin (27/10/2014) akan menghadapi tuntutan karena terlibat dalam aksi protes soal dana pensiun warga Singapura.
Aksi berjudul “Return Our CPF” itu berlangsung di Speakers’ Corner pada 27 September lalu. Dalam aksi tersebut, blogger Roy Ngerng menuntut pemerintah Singapura mengembalikan sebagian dana pensiun yang tidak dikembalikan pemerintah. Sesuai aturan di Singapura, setiap warga menyisihkan 6% pendapatan untuk dijadikan dana pensiun, tapi Pemerintah Singapura hanya mengembalikan 3% saja kepada warganya.
Sesuai penjelasan polisi, kedua blogger ini dianggap telah membuat ‘ketidaknyamanan publik’ serta melangsungkan demonstrasi tanpa izin dari Komisi untuk Taman dan Pohon. Kedua tuntutan itu disertai denda masing-masing S$ 1,000 (sekitar Rp 9,4 juta) dan S$ 5,000 (sekitar (Rp 47 juta).
Di laman Facebooknya, Roy Ngerng mengaku tak habis percaya karena ia bisa jadi penjahat karena kasus ini. “Bayangkan, menjadi penjahat di negeri sendiri hanya karena bersuara.”
Pada Mei tahun ini, Roy Ngerng didugat oleh Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong karena menulis tentang dana pensiun yang tak kembali ke warganya secara utuh. Tulisan itu diunggah di laman bloggernya yaitu www.thehearttruths.com. Karena tulisannya dan tunutan dari PM Singapura itu, sebulan kemudian Roy dipecat dari pekerjaannya. Ia lantas menggelar penggalangan dana dari warga Singapura untuk membayar pengacara. Ketika ditemui KBR di Malaysia dalam acara “Media and Internet Freedom 2014” yang diselenggarakan oleh SEAPA, Roy mengaku sekarang hanya bertahan hidup dengan uang tabungannya.
“Yang saya inginkan hanya bicara yang sejujurnya, memberitahu warga Singapura soal apa yang sebetulnya terjadi. Jadi bersama-sama, kita bisa melakukan apa yang benar untuk melindungi diri kita dan negara kita – terutama keluarga dan anak-anak kita. Karena itulah saya bersuara – supaya kita bisa melindungi diri sendiri.”
Semula hanya Roy Ngerng yang mendapatkan tuntutan hukum. Tapi kini ada lima orang lagi yang mendapatkan tuntutan karena memperjuangkan dana pensiun.
“Apakah kami takut? Tentu saja,” tulis Roy di laman Facebooknya. “Tapi mengetahui apa yang kamu perjuangkan, kamu harus berani, kuat dan bertahan.”
“Ini bukan jalan yang mudah, tapi paling tidak kita sudah melakukannya. Paling tidak kita melakukannya sekarang.”
Roy mengaku hingga sekarang masih mendapatkan dukungan dari warga sekitar.
“Saya bertemu beberapa orang di jalanan yang menemui saya dan bilang kalau mereka tahu saya sedang diselidiki dan dituntut. Mereka bilang, mereka akan terus mendukung saya, mendukung kami.”
Senin lusa, Roy akan mendatangi pengadilan jam 10 pagi untuk menghadapi sidang tuntutan. Ia mengingatkan warga Singapura kalau pemerintah telah mengambil dana pensiun warga untuk dirinya sendiri.
“Bukannya menjawab kegelisahan warga Singapura soal ini, Pemerintah malah diam saja dan malah menuntut balik ke warga supaya kita diam.”
Biaya yang harus dikeluarkan untuk urusan hukum ini bisa mencapai S$ 30,000 (lebih dari Rp 280 juta) untuk enam orang ini.
Satu hal yang menurut Roy baru ia pelajari adalah,”Kebebasan itu tidak gratis.” Karena itu ia meminta warga Singapura untuk memperjuangkan kebebasan mereka sekarang.
Singapura, bersama-sama dengan Malaysia, Cina dan Burma, belum meratifikasi Konvensi Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang menjamin kebebasan berekspresi. Di negeri Singa itu, warga yang ingin berdemonstrasi, membuat pameran dan pertunjukan atau bicara bebas hanya bisa dilakukan di Speakers’ Corner di Taman Hong Lim. Aktivitas seperti itu dilarang keras di bagian lain Singapura.
(Sumber: Channel News Asia, Facebook Roy Ngerng)