KBR, Nusa Dua – Tahun ini diharapkan berhasil dibentuk Dewan Pers ASEAN yang akan menjadi jembatan bagi media di negara-negara kawasan untuk saling aktif memberitakan satu sama lain.
Komunitas ASEAN sendiri rencananya akan resmi dimulai mulai akhir 2015 mendatang.
Saat ini Dewan Pers ASEAN ini tengah dibentuk oleh sejumlah aktivis media dari ASEAN, dengan motor utama dari Dewan Pers Indonesia dan Thailand. Kavi Chongkittavorn, anggota kehormatan Dewan Pers Thailand mengatakan, selama ini ASEAN terlalu fokus pada isu ekonomi, budaya atau pertahanan dan melupakan soal media.
“Tanpa partisipasi aktif media, Komunitas ASEAN tidak mungkin bertahan. Itu intinya.”
Kavi lantas menyoroti minimnya pemberitaan dari jurnalis di berbagai negara di ASEAN tentang negara tetangga mereka.
“Seberapa sering jurnalis Indonesia menulis soal ASEAN sebagai satu entitas? Yang lebih sering diangkat adalah soal ekonomi, soal potensi kehilangan pasar begitu ada Komunitas ASEAN. Hal ini justru tidak dilihat sebagai bagian dari komunitas yang lebih besar,” katanya usai menjadi pembicara dalam Global Media Forum, Rabu (27/8/2014) di Nusa Dua, Bali.
“Saat ini media seperti suku-suku, hidup terpisah dan tidak peduli satu sama lain.”
Peran Dewan Pers ASEAN
Proses pembuatan Dewan Pers ASEAN ini tak mudah. Salah satu sebabnya adalah karena ada sejumlah negara yang tidak punya Dewan Pers seperti Singapura dan Brunei. Sebagai gantinya, Serikat Jurnalis Singapura dilibatkan dalam pembahasan, sementara Kavi ikut mendorong supaya Brunei mau membentuk Dewan Persnya sendiri.
Dalam rancangan yang ada sekarang, Dewan Pers ASEAN akan berperan untuk mempromosikan identitas ASEAN.
“Di masa mendatang, dengan adanya kerjasama yang lebih baik, bakal ada lebih banyak pertukaran antar media. Sekarang Anda tidak banyak menulis soal Thailand, karena lebih banyak mengambil sumber berita dari kantor berita asing. Semua orang pakai Reuters padahal mereka juga bisa salah mengalisa situasi di Thailand,” jelas Kavi.
“Itulah sebabnya media lokal harus lebih banyak menulis soal apa yang terjadi di sesame negara ASEAN.”
Isu lintas batas
Begitu Komunitas ASEAN dimulai pada akhir 2015, Kavi meningatkan kalau satu persoalan di negara ASEAN bisa mempengaruhi negara lainnya di kawasan yang sama.
“Mulai soal kabut asap, terorisme, migrasi, sampai ke isu Rohingya. Itu masih sensitif,” kata Kavi. “Anda tak bisa lagi menulis dalam ruang hampa.”
Kavi meyakini kalau inisiatif ini akan mendorong kerjasama yang lebih erat, terutama karena sampai sekarang belum ada organisasi yang menghubungkan media-media di Asia Tenggara.