KBR – Terlalu dini untuk berspekulasi bahwa penembakan pesawat Malaysia Airlines di daerah konflik Ukraina adalah serangan teroris. Hal ini disampaikan oleh ahli terorisme dari Global Terorism Research Centre di Universitas Monash.
Gary Bouma, direktur Global Terorism Research Centre, mengatakan kematian 27 warga negara Australia dalam kejadian ini memang sangat buruk. Namun, ini bukan sebuah aksi terorisme seperti yang dulu pernah terjadi saat pengeboman di Bali tahun 2002 atau penyerangan 11 September di New York dan Washington tahun 2001.
“Kemungkinan besar serangan ini adalah kesalahan militer, dan mereka menyatakan telah menembak jatuh sebuah pesawat angkut,” kata Bouma, dikutip dari The Guardian.
Bouma menambahkan bahwa tidak ada hubungannya antara konflik di Ukraina dengan pihak Malaysia.
“Jika benar ini adalah serangan teroris maka sangat tidak jelas siapa sebenarnya target mereka. Ini tidak masuk akal jika dianggap sebagai serangan teror. Tidak mungkin konflik di Ukraina terkait dengan Malaysia. Sayangnya, suka atau tidak suka, serangan teroris sebenarnya masuk akal,” ujar Bouma.
Berbeda dengan Bouma, Presiden Ukraina, Petro Poroshenko, mengatakan aksi penembakan pesawat ini sebagai aksi teroris. Hal ini didukung oleh pernyataan Menteri Dalam Negeri Ukraina, Anton Gerashchenko, kepada Wall Street Journal yang mengatakan bahwa pemberontak pro-Rusia memasang alat peluncur rudal di dekat perbatasan Rusia dengan kota Snizhne.
“Mereka sudah jelas berpikir bahwa pesawat yang mereka tembaki adalah sebuah pesawat angkut. Mereka yang melakukan ini,” kata Anton.
Terkait benar atau tidaknya serangan terorisme ini, Bouma mengatakan bahwa dirinya berhati-hati untuk berpendapat.
“Apakah itu serangan teroris dan siapakah yang bertanggung jawab masih belum jelas sampai saat ini, saya akan berhati-hati menyebutnya sebagai serangan teroris,” pungkasnya. (guardian)
Editor: Antonius Eko