KBR - Sebuah persetujuan perdagangan global untuk mengatasi bentuk kerja paksa modern telah disetujui dengan suara terbesar dalam Konferensi Tenaga Kerja Internasional, ILO, yang dihadiri 177 negara anggota. Hanya delapan negara yang menentang.
Persetujuan tadi membentangkan cara mencegah, melindungi, dan memberi ganti rugi kepada para korban kerja paksa. ILO memperkirakan 21 juta laki-laki, perempuan dan anak-anak di seluruh dunia bekerja secara paksa, dalam bisnis ilegal yang menghasilkan 150 miliar dollar setiap tahun.
ILO mengesahkan Konvensi mengenai Tenaga Kerja Paksa pada tahun 1930 dan 1957. Protokol baru kini menggantikan kedua perjanjian tua itu untuk abad ke-21 ini. Ketua ILO, David Garner, mengatakan, persetujuan tersebut memusatkan perhatian pada bentuk-bentuk perbudakan masa kini, dan mengatasi praktek-praktek seperti perdagangan manusia.
"Saya pikir, berbagai aspek penting dalam hal ini adalah menyerukan agar negara-negara anggota melaksanakan kewajiban mereka untuk menghentikan praktek kerja paksa yang termaktub dalam Konvensi 29, dengan memperkuat tindakan pencegahan dan perlindungan. Hal ini dilaksanakan dengan memberi kepada para korban, akses cara penanggulangan masalah, seperti kompensasi dan berbagai sanksi kepada para majikan buruh kerja paksa. Terdapat konsensus dalam komisi ILO bahwa hukuman terhadap para pelanggar peraturan ini penting, tetapi yang sama pentingnya adalah menjamin hak-hak para korban terlindungi," kata Garner.
Menurut ILO, para korban kerja paksa sering diperlakukan seperti penjahat dan bukannya orang yang butuh pertolongan. Kepala bagian program aksi khusus ILO urusan kerja paksa, Beate Andrees, mengungkapkan, protokol baru itu memperbaiki ketidakadilan ini.
"Ada satu pasal dalam protokol tersebut yang melindungi para korban dari penyiksaan akibat kegiatan kriminal yang mungkin terpaksa mereka lakukan ketika menjalankan kerja paksa ini. Sebagian korban, misalnya, dipaksa menanam candu atau mengedarkan obat terlarang," jelas Andrees.
ILO memperkirakan 55 persen para korban kerja paksa ini adalah perempuan, 45 persen laki-laki dan 26 persen anak-anak. Para korban ini mungkin adalah buruh kontrak atau yang bekerja dalam kondisi seperti budak dalam berbagai macam industri.
ILO menambahkan, perempuan dan anak-anak terutama dipaksa bekerja sebagai pembantu rumahtangga dan pekerja seks, sementara laki-laki dan anak laki-laki dipaksa bekerja di ladang pertanian, bangunan dan pertambangan. Menurut ILO banyak yang bekerja dengan jam kerja yang panjang, acapkali dengan sedikit upah atau tanpa dibayar sama sekali.
Dua negara harus meratifikasi protokol tersebut sebelum diberlakukan, dan pemerintah masing-masing negara harus meratifikasi protokol baru tadi supaya terikat secara hukum oleh pasal-pasal persetujuan tersebut.
Editor: Pebriansyah Ariefana
ILO: 21 Juta Manusia Masih Mengalami Kerja Paksa
KBR - Sebuah persetujuan perdagangan global untuk mengatasi bentuk kerja paksa modern telah disetujui dengan suara terbesar dalam Konferensi Tenaga Kerja Internasional, ILO, yang dihadiri 177 negara anggota. Hanya delapan negara yang menentang.

INTERNASIONAL
Jumat, 13 Jun 2014 08:39 WIB


ILO, PBB, kerja paksa
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai