KBR - Pemimpin redaksi majalah satir Perancis Charlie Hebdo, Gerard Biard, mencela media barat yang menolak menerbitkan kartun kontroversial miliknya yang menjadi cikal bakal teror penembakan di kantor redaksi majalah tersebut pada 7 Januari lalu.
"Karikatur ini bukan sekadar hal kecil. Ini adalah sebuah simbol; simbol kebebasan berpendapat, beragama, demokrasi, dan sekularisme," kata Biar pada NBC seperti yang dikutip Huffington Post, Minggu (18/1).
"Ketika mereka menolak mempublikasikan karikatur ini, ketika mereka mengaburkan gambarnya, artinya mereka mengaburkan demokrasi."
Menurut keterangan Biard, dirinya tengah berada di London, Inggris, saat serangan di kantornya terjadi. Serangan yang diakui dilakukan oleh kelompok ekstrimis Al Qaeda merupakan respon dari rekam jejak Charlie Hebdo yang gemar mempublikasikan karikatur Nabi Muhammad.
Setelah serangan yang menewaskan 12 orang redaksi Charlie Hebdo itu terjadi, beberapa media menolak mencetak ulang gambar kontroversial itu secara utuh. Mereka juga menolak mencetak sampul majalah Charlie Hebdo pasca-serangan yang berisi karikatur Muhammad menggenggam poster bertuliskan "I am Charlie" dengan headline di atasnya: "All is Forgiven".
"Setiap kali kami menggambar kartun Muhammad, setiap kali kami menggambar kartun nabi, setiap kali kami menggambar kartun Tuhan, kami membela kebebasan beragama," jelas Biard. "Ini juga merupakan kebebasan berpendapat. Agama seharusnya tidak menjadi perdebatan politik."
Komentar Biard tersebut keluar sehari setelah Paus Fransiskus mengkritik tindakan Charlie Hebdo mempublikasikan kartun provokatif itu dan mengatakan majalah tersebut telah melampaui batas.
"Seseorang tidak boleh memprovokasi, tidak boleh menghina kepercayaan orang lain, tidak boleh menjadikannya sebuah candaan," kata Paus Fransiskus sebelum bertandang ke Filipina minggu lalu.
Namun, menurut Biard, komentar Paus tersebut merupakan presden yang berbahaya.
"Kami tidak membunuh siapa pun. Kita harus berhenti mencampuradukan antara pembunuh dengan korban. Kita harus berhenti menyatakan bahwa mereka yang menulis dan menggambar adalah provokator, bahwa mereka menyiram minyak dalam api," katanya.
"Kita tidak bisa meletakan pemikir dan seniman dalam satu kategori sebagai pembunuh."
Insiden penembakan di kantor Charlie Hebdo menyebabkan kekisruhan di Prancis. Terutama saat para pelaku penembakan, Kouachi bersaudara, melarikan diri dari tempat kejadian dan bersembunyi di sebuah percetakan.
Sementara itu, pelaku ketiga menyandera warga sipil di sebuah pertokoan di Paris. Ketiga pelaku mati ditembak aparat keamanan Prancis sementara satu pelaku lainnya, yang merupakan seorang wanita, dikabarkan melarikan diri ke Suriah melalui Turki. (huffington post)