Aksi protes ini berlangsung bulan September tahun lalu.
Yorm Bopha yang berusia 30 tahun berada di barisan terdepan.
Di belakangnya ada sekitar 300 pengunjuk rasa yang menyuarakan kemarahan mereka terhadap perampasan lahan yang belum lama ini terjadi di Kamboja.
Saat itulah Yorm Bopha ditangkap polisi huru hara
Tapi kini dia sudah bebas setelah putusan Mahkamah Agung yang membebaskannya dari penjara.
Yorm Bopha adalah ibu dari seorang anak dan ia merasa senang atas dukungan yang diterimanya sampai dia bebas.
“Saya ingin berterima kasih kepada para pendukung saya, para aktivis HAM, penduduk desa dan aktivis internasional. Saya tidak akan pernah melupakan ini dan sangat berterima kasih.”
Yorm Bopha adalah satu dari 13 aktivis perempuan Boeung Kak yang memperjuangkan hak-hak atas tanah.
Dalam beberapa tahun terakhir, ribuan keluarga digusur dari bekas Danau Boeung Kak sejak 2007 yang akan dijadikan kondominium dan bangunan lainnya.
Kelompok pegiat HAM, Amnesty International, menyebutnya tahanan hati nurani dan menghimbau anggotanya untuk bertindak.
“Saya senang dengan pembebasan ini. Dan saya akan kembali berjuang melawan penggusuran tanah di Kamboja. Saya akan ikut semua aktivitas dan perjuangan melawan perampasan tanah di seluruh negeri. Meski itu akan menggiring saya kembali ke penjara. Saya akan berjuang sampai mati. Itu tekad saya.”
Kelompok pembela HAM sudah sejak lama menyatakan tuntutan terhadap Yorm Bopha bermotif politik.
Dan mereka mengatakan tuduhan itu palsu dan ia dijadikan target karena aktivitasnya.
Tapi karena kurangnya bukti, pada Juni lalu Pengadilan Banding Kamboja menangguhkan hukumannya.
Mahkamah Agung membebaskan dia pada November lalu tapi dengan jaminan dan bersifat sementara.
Kasusnya dikirim kembali ke Pengadilan Banding dan dia akan kembali disidang.
Chan Savat dari kelompok pegiat HAM, ADHOC, khawatir kalau Bopha akan kembali dipenjara.
“Sangat mudah untuk menangkap dia kembali karena ini bukanlah pembebasan formal. Jika dia tidak bersalah maka Mahkamah Agung seharusnya tidak melempar kasusnya ke Pengadilan Banding. Kami sangat mengkhawatirkan dia. Pengadilan Banding bisa menangkap dia kapan saja. Jadi ini bukan hal yang menguntungkan dia.”
Di luar pengadilan, kerumunan orang meledak dalam kegembiraan bercampur kemarahan saat mendengar keputusan tersebut.
Tep Vanny, ketua kelompok Boeung Kak memuji pengabdian temannya itu terhadap masyarakat.
“Kehadirannya bisa membawa harapan baru bagi komunitas kami dalam perjuangan melawan perampasan lahan di negara ini.”
Ibu Bopha yang berusia 60 tahun bernama Sabo Soth berdoa bagi putrinya.
“Saya ingin pengadilan ini membatalkan kasus terhadap dirinya secara resmi.”
Yorm Bopha masih menunggu proses persidangan kembali.
Tapi setelah berada selama 400 hari di balik jeruji, dia tidak lagi khawatir dengan hidupnya.
“Saya ingin menyampaikan pesan pada pemerintah untuk menghentikan penggusuran paksa terhadap masyarakat. Berhenti menggunakan kekerasan terhadap hak-hak perempuan. Mereka harus menghormati hak asasi manusia.”
Perjuangan Aktivis Tanah Kamboja Terus Berlanjut
Bopha terlibat aktif dalam perjuangan komunitasnya melawan penggusuran paksa. Amnesty International menyebutnya tahanan hati nurani.

INDONESIA
Sabtu, 21 Des 2013 11:26 WIB

Kamboja, perampasan lahan, aktivis tanah, Yorm Bopha, Borin Noun
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai