Provinsi Papua terkenal karena catatan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia di sana.
Selama lebih dari 15 tahun terakhir, Human Rights Watch mendokumentasikan ratusan kasus saat polisi, militer, intelijen dan sipir menggunakan kekerasan yang berlebihan ketika berhadapan dengan orang-orang Papua yang terlibat aksi protes.
Meski berbahaya, Pastor Johanes Djonga terus mendidik masyarakat lokal agar paham soal HAM.
Saat ini Pastor Johanes Djonga yang berusia 55 tahun tinggal di tepi Sungai Baliem di Wamena, Papua.
“Ini tiap pagi, wajib. Beri makan ayam. Makan ikan...”
Tetangganya Damianus Wetapo, berkunjung pagi itu. Ia ingin belajar lebih banyak soal pertanian.
“Peternakan itu sudah mulai. Perikanan. Pater sendiri sudah memberikan itu buat percontohan, buat kolam ikan. Sebenarnya bagi masyarakat di sini, sangat beruntung akan kehadiran Pastor John di sini. Banyak kegiatan, terutama menyangkut pembinaan kepada kelompok umat, terutama pemuda. Kelompok ibu-ibu.”
Meski Wamena adalah rumah baru bagi Pastor Djonga, dia sudah tinggal di provinsi ini selama hampir 30 tahun.
Dan selama itu pula ia menyaksikan kekerasan terhadap penduduk lokal yang dilakukan pasukan keamanan.
“Tapi untuk orang Papua, lebih pada persoalan politik. Hak mereka ketika mereka bersuara. Lalu ketika mereka demo menuntut keadilan. Penegakan hukum. Macam-macam ini, selalu dibendung. Selalu ditekan. Ini menurut saya sangat berbahaya.”
Pada 2007, militer Indonesia menggelar sebuah operasi untuk menangkapi anggota Organisasi Papua Merdeka atau OPM yang memperjuangan kemerdekaan Papua Barat.
Di Indonesia, gerakan itu dilarang sehingga banyak pendukungnya dipenjara.
Tapi Pastor Djonga berjuang bersama penduduk lokal yang merasa diintimidasi oleh militer.
“Di sana juga saya berhadapan dengan cara pandang militer, polisi, yang sampai saat saya juga dituduh Pastor OPM. Tapi sudah, saya pikir, bagaimana supaya OPM dan TNI tidak terjadi serang menyerang, bunuh membunuh, tembak-menembak, maka pendekatan pastoral yang saya pakai. Walau pun TNI atau OPMnya dari Islam, tapi ketika kita omong tentang kemanusiaan, saya pikir, tidak ada batas lagi.”
Pada 2009 Pastor Djonga menerima Penghargaan Yap Thiam Hien karena perjuangannya membela hak-hak rakyat Papua.
Itu adalah penghargaan hak asasi manusia yang paling bergengsi di Indonesia dan dinamai sesuai dengan nama seorang pengacara Tionghoa yang juga aktivis hak asasi manusia.
Dan hingga kini perjuangannya terus berlanjut.
Salah satu inisiatifnya baru-baru ini adalah untuk mendukung perempuan lokal Papua agar bisa tetap berjualan pinang setelah kedatangan investor besar di kota itu.
“Apa perasaan mama-mama selama ini? Ada dukungan dari pemerintahkah jual pinang ini? Terus kami kumpulin itu Tanya nanti kita mau ketemu dengan DPR. Ngomong saja. Jangan takut. Menurut mama bagaimana?”
Selira Wenda mengaku merasa terancam dengan kehadiran toko-toko besar itu.
“Sekarang mereka, ruko-ruko itu banyak juga. Tapi mereka tak tahu, kami ini orang Papua, tak beri bantuan. Kita maunya dikasih bantuan, kasih modal saja boleh.”
Menurut Pastor Djonga, ini menunjukkan kalau orang Papua masih dipinggirkan oleh pemerintah Indonesia, baik secara politik, ekonomi dan budaya.
Untuk menyelesaikan masalah ini dalam jangka panjang, Pastor Djonga membentuk Papuan Voices - kelompok anak muda Papua yang peduli dengan isu-isu HAM.
Ia berharap bisa menginspirasi generasi muda untuk melanjutkan perjuangan dengan cara damai.
“Cara melawan dengan panah, dengan tombak, dengan senjata, kita coba supaya masyarakat itu, bisa mengunakan pena untuk menginvestigasi, membuat laporan, tulisan. Itu yang menurut saya lebih penting. Dengan melihat ketidakadilan itu dengan cara menulis.”
LSM Imparsial yang berbasis di Jakarta membantu inisiatif Pastor Djonga itu.
Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarty
“Jadi kami mencoba memberikan training pada anak didik Father. Karena dia, mempunyai kelompok anak muda yang diorganisir kampung damai. Di Keerom dan Wamena. Hal yang paling saya kagumi dari Father John itu, pantang menunjukkan rasa takut.”
Sahabatnya, Pendeta Benny Giay, mengatakan pastor Djonga tidak tergantikan.
“Dia itu pastor yang saya pikir berbaur dengan umat. Dan itu menurut saya Pastor yang ideal. Pastor yang tenggelam dalam rawa-rawa penderitaan umat. Bisa kasih tunjuk masyarakat, mari kita keluar. Nah, dia ada di situ.”
Pastor Djonga, Tak Kenal Lelah Memperjuangkan Hak Rakyat Papua
Selama lebih dari 15 tahun terakhir, Human Rights Watch mendokumentasikan ratusan kasus pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia di sana.

INDONESIA
Sabtu, 07 Des 2013 14:28 WIB

Indonesia, Papua, Hak asasi manusia, Pastor Johanes Djonga, M. Irham KBR68H
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai