Bagikan:

Memotret Problem Afghanistan lewat Graffiti

Shamsia Hassani mungkin adalah seniman graffiti perempuan pertama di Afghanistan.

INDONESIA

Sabtu, 14 Des 2013 13:32 WIB

Author

Ghayor Waziri

Memotret Problem Afghanistan lewat Graffiti

Afghanistan, seniman, graffiti, Shamsia Hassani, Ghayor Waziri

Shamsia Hassani mungkin adalah seniman graffiti perempuan pertama di Afghanistan.

Dinding yang ia gambari sebagian besar adalah dinding rusak akibat perang sipil.

Shamsia Hassani yang berusia 25 tahun sedang melukis dinding dekat Qalay-e-Fathullah, sebuah jalanan yang sibuk di pusat kota Kabul.

Ia mulai melukis…seorang perempuan memakai burka yang meneriakkan hak-haknya tapi tidak ada yang mendengarkan.

“Saya ingin sekali menunjukkan berbagai masalah yang dihadapi perempuan. Saat perang sipil semua orang terutama perempuan sangat dibatasi geraknya. Dan masyarakat tidak memperhatikan masalah-masalah perempuan.”

Ciri khas graffiti Shamsia adalah gambar perempuan dengan burka, dicat dengan warna favoritnya, biru.

Di Afghanistan, kegiatan membuat graffiti tidak melanggar hukum.

Karena itu ia memilih dinding publik sehingga karya seninya bisa dinikmati banyak orang tanpa harus datang ke galeri seni.

“Jika kami menggambarkan sesuatu di dinding, lebih banyak orang yang bisa melihatnya dan itu lebih baik. Itu sebabnya saya menjadi seniman graffiti. Saya juga ingin membuat dinding-dinding ini lebih berwarna setelah dihancurkan saat perang sipil. Saya ingin menghilangkan ingatan perang lewat dinding-dinding ini. Menurut saya graffiti adalah cara yang baik.”

Keluarga Shamsia aslinya berasal dari Kandahar. Mereka melarikan diri ke Iran karena perang sipil.

Mereka kembali ke Afghanistan 8 tahun lalu supaya Shamsia bisa melanjutkan pendidikannya dalam bidang seni rupa di Universitas Kabul.

Dan sekarang Shamsia menjadi dosen seni patung di universitas itu.

Profesor Rahraw Omarzad adalah direktur dan pendiri Pusat Seni Kontemporer di Afghanistan.

Kata dia, graffiti bisa berdampak besar dalam masyarakat terutama karena sebagian besar masyarakat di sana masih buta huruf.

“Dampak graffiti tergantung pada bagaimana seni itu diperkenalkan kepada masyarakat. Jika menampilkan tuntutan masyarakat yang sebenarnya, maka mereka akan mendukung dan menyukainya. Graffiti adalah cara yang bagus untuk menyampaikan keluhaan dan mengkritik ketidakadilan dan masalah sosial yang dihadapi masyarakat Afghanistan.”

Seorang mahasiswa berusia 24 tahun bernama Yahya Ansari sering melewati salah satu lukisan Shamsia di jalanan.

Lukisan itu menggambarkan seorang perempuan dengan banyak tangan… yang meminta kebebasan.

“Graffiti merupakan hal baru di kota kami. Menurut saya ini bagus karena bisa menunjukkan pada setiap orang, masalah yang dihadapi masyarakat. Tapi masalahnya masyarakat umum tidak mengerti pesan yang disampaikan. Faktanya, pertama kali saya melihat graffiti, dan sampai sekarang, saya juga tidak mengerti apa maksudnya.”
 
Shamsia belajar graffiti 3 tahun silam saat seorang seniman Inggris mengadakan kursus seni jalanan di Kabul.

Sekarang ia sudah menggelar pelatihan graffitinya sendiri di Afghanistan dan di luar negeri.

Ia juga sudah menerima lebih dari 30 penghargaan karena prestasinya dalam bidang graffiti.

Saat ini ia masih sering keluar rumah untuk menggambar di dinding di Kabul.

Tapi ia masih kerap khawatir akan keselamatannya.

“Saya merasa tidak aman saat berada di jalanan…bom bisa meledak kapan dan dimana saja. Dan kadang ada orang yang mengganggu saya saat sedang menggambar. Mereka tidak suka melihat perempuan membuat karya seni di jalanan. Tapi saya ingin terus melakukannya. Tapi awalnya, setiap profesi pasti ada masalah.”
 
Bagi Shamsia Hassani, apa yang disampaikan lewat cat semprot lebih kuat dibandingkan pedang... Dia berharap bisa mendefinisikan kembali kekuatan perempuan lewat seni jalanannya.

“Saya ingin menghidupkan kembali keberadaan perempuan dalam masyarakat lewat graffiti. Saya ingin menunjukkan versi perempuan yang moder, yang kuat dan mampu melakukan segala hal. Saya ingin menunjukkan aspek positif karena mereka berdampak besar pada masyarakat.”



Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending