Bagikan:

Para Aktivis Melawan Ancaman Terhadap Kebebasan di Dunia Maya

Sebuah laporan menunjukkan terjadi penurunan dalam kebebasan berselancar di dunia maya di seluruh dunia.

INDONESIA

Sabtu, 12 Okt 2013 13:11 WIB

Para Aktivis Melawan Ancaman Terhadap Kebebasan di Dunia Maya

Asia, kebebasan internet, ancaman terhadap pengguna internet, Madeline Earp, Radio Australia

Laporan dari lembaga Freedom House asal Amerika Serikat menunjukkan adanya penurunan tingkat kebebasan berselancar di dunia maya di seluruh dunia.

Penyebabnya adalah Undang-undang baru yang dibuat sejumlah negara untuk mengontrol isi situs dan meningkatkan pengawasan.

Freedm House mengatakan untuk melawan ini para aktivis mulai meningkatkan kesadaran para pengguna internet akan munculnya ancaman.

Sen Lam dari Radio Australia berbincang dengan Madeline Earp, analis riset Asia untuk Freedom House di New York.


“Freedom House mempelajari 60 negara untuk menyusun laporan ini. Negara yang paling represif adalah Cina, Kuba dan Iran. Dan laporan kami mencakup berbagai isu mulai dari akses internet hingga pengawasan pemerintah. Kami ingin melihat ada lebih banyak lagi negara yang mendorong kebebasan di dunia maya. Sementara itu negara terbaik dalam kebebasan internet tahun ini adalah Islandia dan Estonia.”

Apa dasar penilaian yang Anda gunakan untuk mengukur kebebasan berselancar di dunia maya?
 
“Metodenya sangat kompleks, yang terbagi menjadi tiga bagian utama. Yang pertama, bagaimana akses masyarakat terhadap internet, berapa biayanya dan bagaimana iklim usaha di bidang ini. Yang kedua, soal materi apa saja yang ditampilkan untuk umum. Ini meliputi sensor pemerintah, akses masyarakat ke mobilisasi politik dan aktivitas sejenisnya. Ketiga adalah tentang hak-hak pengguna. Ada orang yang dipenjara karena tulisannya di internet di beberapa negara atau menghadapi tuntutan hukum yang berlebihan. “
 
Dan menurut Anda teknologi modern juga cocok untuk kegiatan mata-mata atau pengawasan yang lebih besar?
 
“Menurut saya, makin mudah dan cepatnya pemerintah memata-matai aktivitas pengguna internet secara digital, juga merupakan masalah. Selain itu belum ada Undang-undang baru yang mengikuti perkembangan teknologi. Sehingga banyak pemerintah yang mengambil keuntungan dari teknologi baru tanpa membuat perlindungan yang memadai bagi penggunanya.”

Laporan itu juga menyoal pengawasan internet. Apa praktik yang paling umum dilakukan oleh pemerintahan represif atau kurang demokratis dalam hal ini?
 
“Itu pertanyaan yang bagus. Kami mempelajari ada aturan yang terus menerus diamati di seluruh dunia.”

 “Tentu saja di Asia. Cina dan Vietnam terkenal karena pengawasan negara terhadap materi internet dan mereka melakukan berbagai cara untuk itu. Cina yang punya teknologi maju, bisa menyensor semua hal dengan memakai kata kunci. Pemerintah bahkan bisa melacak suatu konten hanya beberapa detik setelah dipublikasikan ke situs media sosial. Langkah ini juga disertai berbagai pembatasan terhadap aktivitas pengguna, atau kriminalisasi terhadap aktivitas pengguna.”

“Sementara itu di Vietnam sudah 30 orang yang dituntut karena aktivitas mereka di internet. Ini sejenis pendekatan ganda. Di satu sisi Anda menyatakan suatu materi itu ilegal dan mencoba membatasi akses ke materi itu. Di sisi lain, Anda mencoba mengejar dan menangkap orang-orang yang melanggar aturan itu.”

Kelompok masyarakat sipil di Malaysia telah menggunakan internet dan media sosial untuk membuka ruang demokrasi bagi diskusi publik. Apakah ini juga terjadi di belahan bumi lain?
 
“Ini memang menjadi tren global. Dan Anda benar, ini sisi positif yang muncul dari temuan kami. Bukan hanya di Malaysia tapi juga beberapa negara lain, khususnya di Asia Tenggara. Di kawasan ini aktivitas di dunia maya bisa lebih bebas ketimbang di media tradisional, yang kerap tunduk pada penguasa. Dan itu berarti para aktivis bisa memanfaatkan media baru ini untuk menyuarakan suara warga negara.”
 
 “Menurut saya yang harus kita waspadai adalah pengesahan UU baru untuk membatasi kegiatan di dunia maya oleh pemerintah. Dan kami telah melihat kemajuan seperti yang terjadi di Filipina. Di sana, masyarakat mengajukan petisi ke Mahkamah Agung terkait pengesahan UU Pembatasan Kejahatan Dunia Maya. Mahkamah Agung akhirnya menangguhkan UU yang disahkan tahun lalu itu. Jadisebaiknya memang UU itu tidak disahkan sama sekali, dan semua pemangku kebijakan yang terlibat dalam proses diskusi, tidak mempertahankan sikap represif dalam menyusunnya. Ini membuat kita berpikir kalau para aktivis bisa mencegah pelaksanaan aturan internet yang ketat.”
 
Tapi adakah pemerintah, khususnya di Asia, yang telah mengadopsi langkah-langkah untuk membatasi kebebasan di media sosial?
 
“Seperti yang saya sebutkan tadi, Cina dan Vietnam terkenal untuk itu.”

“Tapi India memberi kejutan tahun ini. Di semua survei, tampak terjadi penurunan penggunaan internet di negara itu. Penyebabnya adalah karena mereka punya Undang-undang yang bisa membuat para pengguna internet dipanggil polisi, meski tak sepenuhnya bisa mengadili. Tuntutan yang dikenakan pada mereka terkait komentar para pengguna internet di Facebook atau Twitter.”

“Jadi faktanya, Undang-undang ini tidak hanya menargetkan aktivis politik, tapi juga warga biasa pengguna internet. Ini sangat memprihatinkan.”


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending