Sebuah film dokumenter Indonesia soal pengamen jalanan memenangkan penghargaan film dokumenter terbaik di Festival Film Busan, Korea Selatan.
“Jalanan” bercerita tentang Boni, Ho dan Titi – tiga pengamen karismatik yang penuh talenta di Jakarta.
Lewat mereka, film ini bercerita tentang Indonesia di masa modern, terutama di ibukota Jakarta yang hingar bingar.
“Jalanan” diproduksi selama 7 tahun. Ini adalah hasil karya jurnalis asal Kanada, Daniel Ziv.
“Awalnya saya banyak di jalanan karena waktu itu saya jadi wartawan untuk majalah dan menulis buku soal budaya pop dan budaya pinggiran di Jakarta. Dari awal aku tentu saja ketemu subkultur pengamen jalanan di Kopaja, di Metro Mini. Dan aku pikir wah ini benar-benar sesuatu yang unik, bahkan di negara-negara Asia Tenggara nggak ada.”
Untuk menemukan karakter utama untuk filmnya, Daniel melakukan ‘audisi rahasia’...
Ia naik turun Metro Mini di Jakarta demi mencari pengamen yang tepat.
“Yang istilahnya audisi rahasia di kepala saya saja. Naik turun Metro Mini cari pengamen jalanan yagn berbakat, yang punya personality yang kuat, tidak malu dan bisa jadi karakter yang kuat di film. Ternyata banyak seperti itu di Jakarta. Tapi pertama kali aku ketemu Titi, Bo dan Honi, ini akan jadi karakter yang kuat karena mereka betul-betul punya keunikan tersendiri dan bakal jadi karakter yang menarik sekali.”
“Tujuanmu itu berkarya... karya real.. kehidupan manusia, di atas bis. Satu hari, udah berapa bis dan manusia itu yang gue hadapi? Dan lagu gue, mereka dengar.”
Kata Ho, dia sudah menantikan ada seseorang yang memfilmkan kehidupannya.
“Saya juga punya cita-cita pingin punya film tentang kehidupan saya yang real. Ternyata Daniel tidak bohong, tidak bercanda. Daniel serius. Saya tanya Daniel, kamu serius? Kalau kamu serius, saya serius. Kalau kamu bercanda, saya bercanda. Trus Daniel bilang, saya serius. Kapan mulai bikin film? Besok, bisa? Sangat bisa!”
Tapi Bo sangat curiga pada jurnalis.
“Kita bukannya curiga karena apa ya. Karena kan banyak wartawan yang jual cerita. Karena dia asik aja ngambil gitu anak-anak jalanan. Saya paling benci. Saya mau dibangunin, ngobrol, lalu kasih makan atau uang. Anak jalanan itu bukannya mata duitan, bukannya gr sama uang. Hidup di Jakarta kan sangat sulit sekali, sangat keras.”
Titi mengaku teman-temannya juga skeptis dengan motivasi Daniel.
“Cuma teman-teman saja yang suka jealous liat saya. Kamu ngapain sama bule? Kamu bodoh banget. Cuma difoto-foto, di shoot untuk dijual di luar negeri. Itu hak mereka. Kalau dia merasa senang, kita bisa menyenangkan orang itu, itu dapat pahala.”
Semuanya mengaku merasa dekat dengan Daniel selama proses syuting yang memakan waktu 7 tahun.
Hasilnya, film ini menampilkan momen intim dari kehidupan mereka.
Ho ditangkap dan masuk penjara...rumah Bo di bawah jembatan hancur diterjang banjir... juga hancurnya hubuungan Titi dengan suaminya..
“Ntar kalau diliat sodara aku, sama keluarga aku.. ah. Cuma aku kembali lagi, biarin hidup aku begitu. Biarin aja. Yang penting buat aku itu suami aku. Suami aku bilang, yang lain biarin aja, yang penting aku.”
“Saya nggak bisa ngeliat. Saya sangat sedih sekali. Karena bagaimana ya... kita menuangkan kehidupan. Kehidupan itu ada di sini saja, jangan di film ini. Cuma saya sudah pasrah.”
Kata Daniel, target penonton film ini adalah komunitas internasional dan penonton Indonesia.
Dan selama proses pembuatan film, ia mengaku tema dokumenter yang ia buat berubah, dari sebuah film yang murni tentang musisi jalanan menjadi film dokumenter tentang Indonesia dalam arti yang lebih luas ...
“Penting sekali orang kaya di Indonesia nonton film seperti ini tentang orang miskin. Juga penting untuk orang miskin nonton film tentang kalangan mereka sendiri. Misalnya banyak sekali orang di daerah Indonesia yang menonton TV nasional, sinetron. Dan menurut sinetron, semua orang di Jakarta itu kaya, tinggal di vila, di Pondok Indah. Dan itu mereka kejar mimpi, ingin pindah ke Jakarta karena pasti dapat uang. Tapi dari film “Jalanan” ini yang jelas muncul adalah Jakarta itu keras, kejam. Nggak semudah itu. Dan ada banyak masalah kalau kita datang dari daerah ke Jakarta, nggak langsung jadi kaya. Jadi ini a wake up call buat orang daerah juga.”
“Jalanan kita ini seperti guru.. sekolah alam.. “
Ho berharap orang-orang kaya di Jakarta bakal menonton film ini... untuk sekaligus membuka mata mereka soal kehidupan orang miskin di ibukota.
Dan dia berharap lewat film ini...dia pun menjadi lebih kaya.
Untuk kali pertama Ho pergi ke luar negeri menerima penghargaan film dokumenter terbaik di Busan.
Ini adalah hal terbaik yang pernah dia alami...seperti mimpi, kata dia.
Rencananya film ini akan mulai diputar di bioskop di Indonesia awal tahun depan.
“Rasanya pasti seneng banget lah.. Waaa bintang film! Senang banget. Kita udah bintang film yak... Saya juga nggak tau.. (tertawa) Senang banget dan bersyukur banget. Ternyata penantian 7 tahun lalu bisa tercapai juga. Terima kasih semuanya yang sudah mendoakan Titi.”
Jalanan, sebuah film dokumenter memenangkan penghargaan film dokumenter terbaik di Festival Film Busan, Korea Selatan.

INDONESIA
Sabtu, 26 Okt 2013 15:02 WIB

Indonesia, film Jalanan, Festival Film Busan, Daniel Ziv, Rebecca Henschke
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai