Ribuan pengunjuk rasa anti-pemerintah dari seluruh negeri berkumpul di ibukota Pakistan, Islamabad.
Mereka menutup jalan menuju rumah Perdana Menteri dan terus meneriakkan slogan ‘perubahan’.
Para pengunjuk rasa yang sebagian besar adalah orang muda ikut bergoyang mengikuti irama lagu-lagu revolusi.
Di antara mereka ada artis dan model, Iffat Umer.
“Saya tidak pernah menghadiri acara-acara politik. Tapi malam ini, saya berada di sini bersama putri saya karena kami ingin perubahan. Semoga Imran Khan bisa membawa perubahan.”
Pemain kriket yang banting setir menjadi politisi Imran Khan, memimpin gerakan ini dari sebuah kontainer yang berada di tengah-tengah tenda yang dihuni para pendukungnya.
Dia menuduh terjadi kecurangan secara besar-besaran pada pemilu Mei lalu.
“Tuntutan pertama kami adalah Perdana Menteri harus mengundurkan diri. Tuntutan kedua adalah pemilu ulang. Ketiga, reformasi pemilu harus dilakukan sehingga pemilu mendatang lebih transparan. Tuntutan keempat, menunjuk pemerintahan sementara sebagai pelaksana pemilu. Kelima, semua komisioner pemilu yang melakukan kecurangan pemilu dan bekerja sama dengan Nawaz Sharif harus dipenjara dan diadili karena melanggar konstitusi pasal 6.”
Pada 1 September lalu setelah tiga pekan melakukan aksi duduk, pengunjuk rasa anti-pemerintah menyerbu parlemen dan stasiun televisi milik negara.
Tiga pengujuk rasa tewas dan hampir 500 orang terluka dalam bentrokan dengan polisi.
Aksi kekerasan itu meningkatkan kekhawatiran soal kemungkinan terjadinya kudeta militer.
Javed Hashmi, Presiden Tehrik-e-Insaf Pakitan meninggalkan aksi protes anti-pemerintah itu saat situasi berubah menjadi aksi kekerasan.
“Saya sudah menyarankan Imran Khan untuk tidak mengizinkan aktivisnya menduduki Parlemen atau gedung pemerintahan lainnya. Tapi dia bilang militer ingin maju. Imran bilang kita butuh bantuan militer agar bisa berhasil. Tapi saya kira ini bisa jadi bencana.”
Tapi Imran Khan juga mengatakan dia menentang setiap langkah kudeta. Sementara Nawaz Sharif yang terpilih menjadi Perdana Menteri untuk ketiga kalinya dalam pemilu terakhir, menolak untuk mundur.
Khawaja Saad Rafique adalah Menteri Perkeretaapian.
“Jika kita menyerah para gaya yang suka mengganggu dan menekan, maka akan ada hukum rimba di negara kita. Tongkat menghunus dan orang-orang bertopeng bisa jadi penjahat bukan aktivis politik. Kedua pemimpin harus mendengarkan satu sama lain sehingga hal ini tidak terjadi. Tidak ada kelompok yang bisa menyingkirkan kami dari jalan demokrasi. Perdana Menteri dan Kepala Menteri tidak akan mundur dengan cara ini. Jika ini terjadi, apa yang bakal terjadi pada para pemimpin di masa depan?
Pakistan diperintah diktator yang didukung militer selama hampir empat dekade.
Pemilu tahun lalu adalah peralihan kekuasaan demokratis pertama dalam sejarah negara itu.
Jurnalis The News International Pakistan, Shahid Hussain, mengatakan Pakistan butuh waktu untuk dewasa dalam demokrasi sejati.
“Kecurangan di beberapa daerah pemilihan memang terjadi. Kecurangan berlangsung sejak lahirnya Pakistan. Seperti India, jika kita melakukan tiga atau empat pemilu tanpa istirahat, kecurangan akan berakhir atau hampir berakhir. Jadi, sistem demokrasi harus terus dijalankan dan militer tidak boleh ikut campur.”
Perdana Menteri Pakistan Dituntut Mundur
Tapi Perdana Menteri Nawaz Sharif berjanji tidak akan mundur.

INDONESIA
Senin, 15 Sep 2014 13:08 WIB

Pakistan, Perdana Menteri, unjuk rasa, politik, Naeem Sahoutara
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai