Bagikan:

Menjembatani Kesenjangan Antara Korea Selatan dan Utara

60 tahun sudah perang semenanjung korea yang berakhir dengan genjatan senjata. Selama itu pula kedua negara tersebut semakin berjauhan.

INDONESIA

Selasa, 13 Agus 2013 13:12 WIB

Menjembatani Kesenjangan Antara Korea Selatan dan Utara

Korea Selatan, Korea Utara, pembelot, cara hidup, Jason Strother

60 tahun sudah perang semenanjung korea yang berakhir dengan genjatan senjata. Selama itu pula kedua negara tersebut semakin berjauhan.

Dan bagi 25 ribu warga korea utara yang membelot ke selatan, perselisihan ini membuat mereka sulit untuk menyesuaikan diri. Sebagian karena kesenjangan pendidikan yang dirasakan saat berada di bawah rezim totaliter. Tapi banyak yang mengatakan penyebabnya lebih dari itu.
 
Setiap hari Rabu, Lee Min Young menemui teman barunya di kelas pecakapan bahasa Inggris.

Dia mahasiswi berusia 21 tahun yang mengatakan bahwa dengan mempelajari bahasa telah mengubah hidupnya.

Namun untuk berbicara dengan saya, dia lebih memilih untuk berbahasa korea
 
“Saya benar-benar senang belajar bahasa inggris. Dan saya bertemu dengan banyak orang dari berbagai negara yang memperlakukan saya seperti teman sejati. Saya benar-benar nyaman dengan mereka dan saya pikir hidup saya sekarang jauh lebih menarik.”
 
Tapi Lee Min Young bukan nama sebenarnya dan dia tidak seberuntung teman kuliahnya yang mendapat kesempatan belajar bahasa inggris sebelum duduk di bangku sekolah.

Lee adalah pengungsi dari Korea Utara. Sepuluh tahun lalu, ia datang seorang diri ke Korea Selatan. 

Dengan mengikuti kelas ini, dia berharap dapat mengejar ketinggalan.
 
“Ketika pertama kali saya datang ke sini, saya mengalami geger budaya. Sistem pendidikan, cara berpikir orang dan gaya hidup orang, itu semua jauh dari apa yang saya bayangkan. Bahkan bahasa korea utara pun berbeda dengan korea selatan dan saya kerap kali ditertawakan karena logat saya. Saya mengalami masa-masa untuk berkomunikasi dengan orang korea selatan.”
 
Kelas Let’s free English disponsori oleh sebuah NGO People for Successful Korean Reunification atau disingkat dengan PSCORE.

Sebuah kelompok yang berusaha menjembatani kesenjangan budaya dan pendidikan antara korea utara dan selatan. Pendirinya adalah Kim Young Il, yang juga seorang pengungsi, tiba di korea selatan pada 2001.

“Pembelot muda ini sempat mengalami masa sulit untuk beradaptasi dengan system pendidikan di sini. Hal tersebut dikarenakan kualitas pendidikan di korea utara sangat buruk. Kami tertinggal jauh dengan para pelajar di selatan. Di Korea Utara, kami mempelajari tentang pemimpin kami Kim il sung atau Kim Jong il. Semua mata pelajaran adalah tentang memuliakan mereka. Dan hal yang paling penting di sana adalah masuk ke perguruan tinggi.”

Semenjak PSCORE hadir pada 2006, mereka telah mendidik sebanyak 600 pemuda korea utara.

Selain  bahasa inggris, ada juga kelas computer dan matematika.

Kim mengatakan para pengungsi harus memiliki ketrampilan untuk dapat memasuki perguruan tinggi di Korea Selatan dan untuk dapat bersaing di masyarakat.
 
Tapi banyak pembelot tidak dapat bersaing dengan penduduk korea selatan.
 
Menurut Kementrian Unifikasi Seoul, Korea Utara memiliki 7,5 persen angka pengangguran, dua kali lipat dari rata-rata nasional.

Dan jenis pekerjaan yang mereka lakukan adalah dengan upah rendah dan yang orang korea selatan tidak akan mau lakukan.
 
Kim juga mengatakan bahwa masih banyak tantangan lainnya yang orang korea utara hadapi dimana pendidikan tidak dapat membantu mereka.

Kami kerap mengalami diskriminasi dari orang korea selatan. Kami dianggap imigran miskin. Beberapa pembelot rela berbohong tentang dari mana asal mereka dan mengatakan mereka etnis korea dari Cina, karena mereka berpikir akan diperlakukan lebih baik.
 
Prasangka akan pembelot korea utara tersebar luas, kata Shin Mi-nyeo. Dia mengepalai Organisasi for One Korea, kelompok yang membantu pengungsi bermukim di selatan.

Shin mengatakan perasaannya terhadap Korea Utara berkisar dari permusuhan sampai apatis. Dan semua itu berdasarkan pada salah paham.

“Ada kecenderungan untuk melihat pemerintah korea utara dan orang korea utama itu sama semua. Orang merasa dikhianati karena bantuan yang kita berikan kepada utara. Ini menciptakan perasaan anti korea utara dan ini berimbas kepada pembelot. Di sinilah awalnya diskriminasi.”
 
Shin mengatakan untuk mengakhiri diskriminasi ini, penduduk korea selatan perlu dididik tentang perbedaan antara rezim korea utara dan penduduknya.
 
Selain relawan asing PSCORE, beberapa warga korea selatan yang fasih berbahasa inggris mendaftarkan diri sebagai relawan pengajar.
 
Kim Gina mulai membantu 3 minggu lalu.

Dia setuju bahwa sebagian besar penduduk korea selatan tidak peduli dengan para pembelot tersebut. Tapi dia mengatakan, jika saja mereka mengenal beberapa orang korea utara, pandangan mereka mungkin berubah.
 
“Ketika saya memberitahukan sebangsa bahwa saya mengajar pengungsi dari korea utara, mereka mengkhawatirkan saya. Mereka bertanya apakah saya harus pergi ke tempat khusus, atau apakah orang akan menonton saya, saya katakana tidak, mereka manusia normal seperti kita, mereka juga bekerja, mereka punya pekerjaan. Jadi kita benar-benar sama dan itu mengejutkan saya.”
 
Mematahkan stigma dan prasangka harus dilakukan dari kedua belah pihak. Pembelot bernama Lee Min-young mengatakan pertemuan dengan orang korea selatan telah membuka pikirannya.

“Setelah saya bertemu dengan relawan PSCORE asal korea selatan, saya belajar banyak tentang korea selatan yang saya tidak tahu sebelumnya. Dulu saya berpikir bahwa mereka semua munafik. Tapi sekarang pikiran itu sirna.”

Lee mengatakan kalau sekarang dia tidak malu lagi untuk mengakui kalau dia seorang pembelot.

Dia juga mengatakan bahwa dia merasa setengah dirinya korea selatan dan setengah lainnya korea utara.


BACA JUGA Pencarian Panjang Pria Korsel Memulihkan Kehormatan Keluarga

BACA JUGA Menjembatani Kesenjangan Antara Korea Selatan dan Utara

BACA JUGA Penduduk Pulau Korea Selatan Bertahan Hidup Bertetangga dengan Korea Utara 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending