Bagikan:

Membangun Toilet Demi Pelajar Perempuan di Nepal

Di Nepal, Pemerintah berkampanye akan membangun 2000 toilet bagi siswa perempuan di sekolah-sekolah tahun ini.

INDONESIA

Senin, 26 Agus 2013 16:57 WIB

Author

Sunil Neupane

Membangun Toilet Demi Pelajar Perempuan di Nepal

Nepal, toilet khusus perempuan, Sunil Neupane

Kita tahu pentingnya buku dan pena untuk belajar.... tapi toilet?

Saatnya istirahat siang di sekolah menengah Shree Krishna di Kathmandu.
 
Para siswa hanya punya waktu 15 menit untuk makan dan istirahat.

Anak laki-laki main sepak bola, sementara yang perempuan mengantri di depan toilet.

Ada 300 siswa di sini, tapi hanya ada 2 toilet untuk anak laki-laki dan perempuan.

Sapana Pudasaini , 14 tahun, duduk di kelas 10.

“Setahun lalu kami harus buang air di lapangan terbuka. Sekarang kami harus antri untuk pakai toilet. Kadang dua atau tiga anak masuk ke toilet bersama-sama. Tapi kalau lagi mens, masuknya sendiri-sendiri dan butuh waktu lebih lama. Kalau kami terlambat masuk kelas, guru akan memarahi kami.”

Waktu istirahat habis... tapi antrian di depan toilet masih panjang...

Sementara waktu istirahat selama 5 menit baru ada 45 menit lagi.

“Kami harus memakai toilet yang sama dengan anak laki-laki. Dan mereka tidak mengerti masalah kami. Jadi kalau sedang datang bulan, kami terasa tersiksa.”

Laporan pemerintah baru-baru ini menunjukkan kalau di kebanyakan sekolah negeri, 1 toilet dipakai oleh 100 siswa.

Dan ini mempengaruhi kemampuan anak perempuan dalam belajar, kata pelajar kelas 10 Sunita Waiba, 15 tahun.

“Selama mens kami harus pulang ke rumah. Jadi saya putuskan untuk tidak usah ke sekolah. Saya akan bolos selama 4 hingga 5 hari. Setelah bolos beberapa hari , saya jadi bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Ini menghambat pelajaran saya.”

Ibu guru Yesoda Khatiwasa paham betul masalah ini.

Karena itu ia mendorong pihak sekolah untuk membangun toilet yang nyaman bagi anak-anak perempuan di sekolah.

Toilet ini hanya untuk siswa perempuan, lengkap dengan sabun, air dan tempat sampah untuk pembalut.

“Tidak ada ruang ganti dan pasokan air yang memadai. Jadi sebagian besar pelajar perempuan tetap di rumah selama mens. Jika mereka ke sekolah, biasanya mereka akan minta izin pulang. Mereka libur selama 5-6 hari. Tentu saja mereka akan ketinggalan pelajaran dan ini menghambat prestasi mereka.”

Laporan pemerintah menyebutkan, 1 dari 3 anak perempuan bolos sekolah selama menstrusi tiap bulan.

Dan lebih dari separuh anak perempuan berhenti sekolah saat mereka naik ke kelas 10.

Artinya, angka putus sekolah meningkat begitu para siswa perempuan mencapai pubertas dan mulai menstruasi.

Pemerintah mencoba mengatasi masalah ini dengan menjanjikan 2000 toilet  bagi siswa perempuan di sekolah negeri tahun ini.

Setiap sekolah akan mendapat dana sekitar 20 juta rupiah untuk membangun toilet sesuai standar pemerintah.

Jhappar Singh Biswokarma, Deputi Direktur di Kementerian Pendidikan Nepal.

“Pemerintah memberikan bantuan dana untuk membangun toilet yang nyaman bagi pelajar perempuan, sedikitnya 1 di sekolah menengah pertama dan menengah atas. Kami harap ini akan menciptakan lingkungan yang lebih baik agar mereka mau bersekolah. Jika mereka masuk sekolah dengan teratur, pelajaran mereka akan membaik dan kita bisa mengurangi angka putus sekolah.”


 
Tapi tidak semua pihak seoptimistis itu...

Gagdishprasad Singh, kepala sekolah menengah Shree Krishna.

“Ini rencana yang bagus tapi uang yang pemerintah berikan tidak cukup. Mereka hanya memberikan 60 persen dari keseluruhan biaya pembangunan toilet dan meminta kami menyediakan sisanya. Sementara, pemerintah melarang kami menarik iuran dari para siswa. Sebagian besar pelajar di sekolah ini berasal dari keluarga miskin...jadi bagaimana kami bisa menutupi biaya pembangunan toilet itu?”

 Tapi beberapa sekolah seperti sekolah menengah Patan baru-baru ini membuat toilet khusus anak perempuan. 

Asmita Lama, pelajar kelas 10 menyambutnya dengan gembira.

“Sekarang kami jauh lebih nyaman saat mens di sekolah. Kami bisa mengganti pembalut di toilet tanpa ada yang tahu. Dan jika kami butuh pembalut, sekolah menyediakannya. Kami sangat senang.”


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending