Bagikan:

Polisi Lembah Swat Meninggalkan Pekerjaan Mereka

Sekitar tujuh ribu polisi di Swat, selama berbulan-bulan mereka tidak menerima gaji.

INDONESIA

Jumat, 04 Jul 2014 18:37 WIB

Author

Mudassar Shah

Polisi Lembah Swat Meninggalkan Pekerjaan Mereka

Pakistan, polisi, gaji, Taliban, Mudassar Shah

Dalam 10 bulan terakhir, lebih dari 100 polisi dibunuh militan di Lembah Swat Pakistan.

Kebanyakan adalah penduduk setempat yang direkrut tahun 2009, sebagai bagian dari upaya meredam pemberontakan Taliban di Lembah itu. 

Di banyak daerah, kerjasama polisi lokal dengan tentara berhasil memukul mundur para militan.

Tapi sekarang banyak polisi yang keluar, seperti Khaista Bacha.

Empat bulan lalu, di jam yang sama, ia biasanya berangkat ke kantor polisi untuk bekerja tapi hari ini dia mulai menarik becak sejak pagi.

Kata dia, jadi polisi itu sangat berat.

“Gajinya kecil dan dan tidak dibayarkan tepat waktu. Karena itu saya keluar. Situasi keamanan juga sangat buruk.”

Taliban memandang polisi, pejabat pemerintah dan tentara sebagai musuh mereka.

Militan kerap membagikan pamflet yang memperingatkan pejabat pemerintah, seperti guru dan polisi perempuan, untuk meninggalkan pekerjaan mereka.

Farman Ali sudah tidak mau keluar rumah.

Perutnya tertembak tahun lalu ketika ia mengikuti dan membunuh dua terduga anggota militan.

Sejak kecil, dia sebetulnya bercita-cita jadi polisi, tapi kini pekerjaan itu tinggal mimpi.

Bersama tujuh ribu polisi lainnya di Swat, selama berbulan-bulan mereka tidak menerima gaji.

“Kita hanya bisa menciptakan perdamaian jika masyarakat lokal seperti saya ikut terlibat. Jika tidak pertempuran tidak akan pernah berakhir. Itu sebabnya saya bergabung menjadi anggota polisi. Tapi sulit rasanya tetap termotivasi untuk bekerja bila Anda sudah berbulan-bulan tidak menerima gaji.”

Setiap bulan dia menerima gaji sekitar satu juta Rupiah.

Dia dan ribuan warga lokal lainnya bergabung dengan polisi pada tahun 2009, sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk menghapus militansi.

Banyak yang harus membayar mahal keputusan ini.

Suami Muntaj bulan lalu dipenggal saat sedang bertugas.

“Saya berharap dia tidak pernah jadi polisi sehingga hari ini dia masih hidup. Saya tidak bisa memberikan jawaban pada putri bungsu saya saat dia bertanya soal ayahnya setiap malam.”

Mertua Muntaj juga mengatakan menjadi polisi adalah pilihan karir yang buruk.

“Saya berharap dia menjadi pengemis dan masih hidup sampai sekarang. Itu lebih baik ketimbang menjadi polisi di Pakistan.”

Yusaf Ali bertugas merekrut masyarakat untuk menjadi polisi.

Dia adalah Wakil Komandan Kepolisian di Swat. Ia mengatakan mereka sedang mencari anggota baru.

“Kami menghargai polisi lokal yang sudah memainkan peran penting dan telah mengorbankan hidup mereka untuk membawa kembali perdamaian di Swat. Gaji mereka akan segera dibayarkan. Saya tahu beberapa petugas miskin telah meninggalkan tugas mereka, tapi yang lain masih menunggu gajinya.”

Khaista Bacha mengatakan penghasilannya sebagai penarik becak tiga kali lebih besar ketimbang bekerja sebagai polisi.

“Sulit menghidupi keluarga bila mengandalkan gaji polisi. Tapi sekarang penghasilan saya cukup untuk menghidupi keluarga.”
 
Dan ia merasa lebih aman ketika pergi bekerja setiap hari.




Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending