Bagikan:

Ledakan Ekonomi di Myanmar Tidak Menguntungkan Orang Miskin

Lebih dari dua pertiga rumah penduduk Myanmar tidak dialiri listrik.

INDONESIA

Jumat, 04 Jul 2014 18:36 WIB

Ledakan Ekonomi di Myanmar Tidak Menguntungkan Orang Miskin

Myanmar, ekonomi, warga miskin, kebutuhan dasar, Sally Sara Radio Australia

TK yang ramai ini berada di salah satu kawasan miskin di Yangon.

Untuk menyekolahkan anak mereka di sini, orangtua harus membayar 30 ribu Rupiah untuk periode tertentu – jumlah yang sangat besar bagi penduduk kawasan ini.

Vung Deih Lun adalah guru di TK ini. Ia kaget ketika melihat kehidupan di kawasan Dalah saat pindah kemari dua tahun silam. 

“Tentu saja saya kaget. Setiap kali saya berpikir harus berapa lama saya tinggal di sini? Berapa lama? Rasanya saya tidak akan tahan. Di sini sering mati lampu dan airnya kotor.”

Vung Deih Lun khawatir anak-anak yang berasal dari keluarga miskin ini akan tertinggal akibat perkembang ekonomi yang pesat di Myanmar.

Q. Apakah Anda khawatir kalau beberapa anak pintar di sini tidak akan dapat kesempatan?

“Ya saya sangat khawatir soal ini.”

Negara itu membuka diri setelah hampir 50 tahun diperintah militer dan mengalami kebekuan.

Perkembangan saat ini sangat pesat. Lebih banyak proyek investasi asing di Myanmar dalam tiga tahun terakhir dibandingkan dalam seperempat abad sebelumnya. 

Tapi tidak semua orang menikmatinya.

Thant Myint U adalah penulis dan kepala Yangon Heritage Trust.

Ia mengatakan meski pemilu dua tahun lalu merupakan langkah maju tapi stabilitas Myanmar tidak terjamin.

“Penduduk kita 60 juta jiwa tapi 59 juta di antaranya masih miskin bukan karena kesalahannya. Negara ini kaya akan sumber daya alam, yang seharusnya bisa digunakan untuk mengejar ketinggalan dengan negara lain. Semoga itulah yang akan kita lihat dalam tahun-tahun mendatang.”

Thant Myint U sangat antusias dengan masa lalu dan kemungkinan masa depan Myanmar.

Dia membawa saya mengunjungi kawasan warisan budaya Yangon…. kota yang dulu pernah menjadi yang paling makmur dan kosmopolitan di Asia.
   
“Rangoon di tahun 1930-an dan 40-an, merupakan satu dari tiga atau empat kota terkemuka di Asia. Tapi setelah Perang Dunia II dan puluhan tahun terisoalasi, banyak hal berubah. Dan kita tinggal menunggu akan kemana kota ini dibawa.”

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending