Bagikan:

Penyangkal Kekejaman Khmer Merah Akan Dihukum

Majelis Nasional Kamboja baru saja merampungkan UU baru yang menyatakan tindakan menyangkal kekejaman yang dilakukan rezim Khmer Merah adalah perbuatan melanggar hukum.

INDONESIA

Kamis, 11 Jul 2013 09:24 WIB

Author

Sorn Sarath

Penyangkal Kekejaman Khmer Merah Akan Dihukum

Pengadilan terhadap Khmer Merah di Kamboja, UU yang menghukum yang menyangkal genosida Khmer Merah

Majelis Nasional Kamboja baru-baru ini menyetujui UU baru yang mengatur hukuman bagi siapa saja yang mengklaim kalau Khmer Merah tidak pernah melakukan pembunuhan besar-besaran.

Khmer Merah bertanggung atas tewasnya hampir 2 juta orang selama 4 tahun berkuasa di tahun 1970an.

UU baru itu akan menghukum pelaku hingga dua tahun penjara atau denda mencapai 10 juta rupiah.

Para korban rezim Khmer Merah menyambut baik UU itu.

Bou Meng yang berusia 72 tahun adalah satu dari tiga orang yang berhasil selamat dari Penjara Tuol Sleng yang terkenal kejam itu.

”Itu adalah sebuah penjara besar yang dibangun Pol Pot. Saya dan istri ditahan di sana. Saya mendukung apa yang pemerintah lakukan.” 

UU baru itu didukung Perdana Menteri Hun Sen yang juga seorang bekas kader Khmer Merah.

Langkah ini dilakukan menjelang pemilu yang akan dihelat bulan Juli mendatang – yang diperkirakan banyak orang bakal dimenangkan telak oleh partai sang Perdana Menteri.

Hun Sen berkampanye dengan agresif dan berupaya meyakinkan masyarakat kalau kemenangan oposisi akan mengembalikan rezim Khmer Merah.

“Jika tidak ada rezim Khmer Merah mengapa kita mengadili mereka? Jadi, sejauh yang saya ketahui, kita masih punya waktu untuk mengusulkan UU baru yang akan menghukum siapa saja yang mengatakan kalau rezim Khmer Merah itu tidak ada.”

Usulan itu muncul setelah beredarnya rekaman Kem Sokha, wakil presiden dari partai oposisi. Ia menuduh Vietnam memalsukan penahanan dan penyiksaan ribuan orang Kamboja di penjara Tuol Sleng.

Perdana Menteri Hun Sen telah berulang kali memperingatkan warga Kamboja akan munculnya kekacauan di seluruh negeri jika pemimpin oposisi tidak meminta maaf atas pernyataan tersebut.

Tapi Kem Sokha dari Partai Penyelamat Kamboja menolak tuduhan itu.

“Ini adalah taktik yang biasa dipakai partai berkuasa CPP saat pemilu. Mereka selalu salah menafsirkan sesuatu untuk memenangkan opini publik. Mereka sembarangan menuduh, menyebarkan informasi yang salah dan mengancam oposisi.”

Kem Sokha mengatakan kalau ia mengakui korban Khmer Merah disiksa dan dibunuh di penjara Tuol Sleng, namun menurut dia itu dilakukan dengan dukungan Vietnam.

Dan ia percaya Hun Sen salah mengutip kata-katanya.

Beberapa hari setelah UU itu selesai disusun, bekas pemimpin Khmer Merah, Nuon Chea, menyatakan penyesalannya atas kekejaman yang dilakukan saat ia berkuasa.

Dia tengah diadili karena melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di pengadilan yang didukung PBB di Phnom Penh.

Sampai saat ini, baru satu tokoh senior Khmer Merah yang telah dihukum karena kejahatan yang dilakukannya selama periode itu – sedang dua pemimpin lainnya masih diadili.

Partai Penyelamatan Kamboja sebagai partai oposisi segera menyatakan dukungannya atas UU baru itu.

Dan menurut banyak pakar, ini adalah langkah ke arah yang benar bagi sebuah negara yang masih harus berdamai dengan sejarahnya yang bergolak.

Tapi Loa Monghai, bekas Presiden Komisi HAM Asia mengatakan UU itu harus digunakan secara bijak.

“Ini penting karena kita semua mengakui kalau Khmer Merah melakukan hal yang salah. Dan penyangkalan atas peristiwa itu merupakan penghinaan terhadap korban, baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup. Tapi ketika Anda memutuskan sesuatu berdasarkan emosi, UU itu jangan digunakan. Anda tidak bisa mempercayai UU itu tanpa peradilan yang independen atau tidak memihak karena kita tidak akan tahu apakah hukum itu akan digunakan secara diskriminatif atau tidak.”


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending