Bagikan:

Homoseksual Singapura Mendesak Persamaan Hak

Diperkirakan setidaknya ada 21 ribu orang hadir memberikan dukungan mereka pada acara Pink Dot di Singapura.

INDONESIA

Sabtu, 06 Jul 2013 14:20 WIB

Author

Satish Cheney

Homoseksual Singapura Mendesak Persamaan Hak

Singapura, gay, LGBT, Pink Dot, Satish Cheney

Diperkirakan setidaknya ada 21 ribu orang hadir memberikan dukungan mereka pada acara Pink Dot  di Singapura.

Mereka menyerukan persamaan hak bagi komunitas LGBT – atau Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender di negara di mana hubungan sesama jenis masih dianggap melanggar hukum.

Lautan massa berwarna merah muda…kebanyakan orang yang hadir mengenakan pakaian berwarna merah muda.

Tapi beberapa di antara mereka memutuskan untuk tampil lebih kreatif.

Seorang perempuan mengenakan sayap berwarna merah muda yang melekat pada bagian belakang blusnya…sementara seorang laki-laki memakai rambut palsu merah muda yang kebesaran.

Lainnya membawa hewan peliharaan mereka seperti anjing dan kucing…yang juga berpakaian serba merah muda.

“Ini adalah kali kedua saya ke sini dan saya lihat orang-orang telah menerima perbedaan seksualitas. Ada yang berani mengakui seksualitasnya tapi masih banyak orang di luar sana yang tidak menerima perbedaan ini. “

“Teman saya seorang gay. Jadi saya ke sini untuk bersantai dan menghabiskan waktu bersama dia.”

Pihak penyelenggara mengatakan ini adalah acara terbesar, kata juru bicara Paerin Choa.

“Lima tahun lalu, orang-orang takut datang, tapi sekarang tidak lagi. Dengan senang hati, mereka mengenakan pakaian berwarna merah muda, mereka mengajak teman mereka, orang tua mereka, jadi kami bisa melihat ada perubahan pola pikir dan perilaku orang-orang dan komunitas LGBT itu sendiri di Singapura. Karena ini bukan hal yang tabu lagi.”

Tema acara Pink Dot tahun ini adalah “Home” atau ‘rumah’ ... untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap topik yang penting bagi komunitas LGBT seperti diskriminasi dan stigma sosial.

Hubungan sesama jenis masih dikategorikan tindak pidana di Singapura, dengan ancaman kurungan maksimal dua tahun penjara.

Dua laki-laki homoseksual berusaha meminta Undang-undang dibatalkan, tapi petisi mereka ditolak oleh Pengadilan Tinggi Singapura.

Meski begitu, pasangan sesama jenis bisa sangat terbuka di Singapura... beberapa kelompok LGBT bahkan melakukan sensus nasional pertama untuk LGBT Singapura.

Alan Seah adalah aktivis dan anggota dari gerakan Pink Dot.

“Lima tahun lalu ada 2500 orang pendukung dan tahun lalu ada 15.000. Jadi peningkatannya sangat luar biasa. Dan ketika kami memulai Pink Dot kami memiliki pemikiran bahwa jumlah pendukung yang datang menggambarkan penerimaan masyarakat terhadap komunitas LGBT.”

Tapi menurut Paerin Choa, media tetap menggambarkan komunitas mereka secara negatif.

“Karakter  LGBT yang bahagia, bisa hidup normal, dan berprestasi dalam masyarakat tidak diperbolehkan dalam media pada umumnya. Karakter gay yang bunuh diri, psikopat, pembunuh dan depresi lah yang banyak muncul. Jadi reputasi yang menyimpang ini yang ada di media pada umumnya.”

Namun hal tersebut tidak menghentikan langkah Dr. Vincent Wijeysingha untuk berani mengakui seksualitasnya sebagai seorang homoseksual.

Dia adalah politisi gay pertama di Singapura, anggota oposisi Partai Demokrasi Singapura.

Tepat sehari sebelum acara Pink Dot,  dia menulis di laman facebooknya: “Ya, saya akan menghadiri Pink Dot dan ya saya gay/homoseksual.”

“Apakah ini akan mempengaruhi karir politik saya? Saya yakin akan ada beberapa celaan tapi itulah kekuatan dari suatu kebijakan... ketika Anda mampu mengutarakan opini Anda yang berbeda. Dan seperti yang saya katakan, untuk wacana secara bertahap, pertarungan ide lebih sehat dan publik bisa mendengar beragam opini. Dalam jangka panjang, ini sesuatu yang baik sekali.”

Ada peningkatan kesadaran dan dukungan untuk persamaan hak homoseksual..tapi perjalanan masih panjang, ujar Dr. Wijeysingha.

“Masyarakat sadar, untuk mengubah masyarakat menjadi lebih baik, mereka sendiri lah yang harus melakukannya. Dan Pemerintah akan mengejar ketinggalan dalam rangka mengikuti perubahan yang terjadi pada masyarakat.

Penyelenggara dan pendukung LGBT berharap tahun depan mereka dapat memecahkan rekor baru – dan kembali mendesak pembaruan Undang-undang.

“Semakin sering kita lakukan ini, semakin banyak orang sadar tidak boleh ada stigma, dan seharusnya tidak ada ketakutan.”


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending