Tujuh warga Muslim masuk penjara karena terlibat aksi kerusuhan antaragama di Kota Meiktila, Burma, Maret lalu.
Satu di antaranya dipenjara 34 tahun karena membunuh seorang biksu.
Sedikitnya 43 orang, terutama kaum Muslim, tewas dalam kerusuhan yang dipicu perdebatan di sebuah toko yang dimiliki seorang Muslim.
Sejauh ini tidak ada orang Buddha yang dihukum karena terlibat dengan bentrokan berdarah ini.
Suhu makin memanas dan pergerakan anti muslim terus merebak di Myanmar.
Thidar Hla dan keluarganya kembali ke wilayah yang sudah mereka huni sepanjang hidup mereka.
Mereka tinggal selama lebih sebulan di stadion yang diubah jadi tempat pengungsian bagi warga Muslim akibat kerusuhan yang melanda Meikhtila.
“Saya tidak dapat menahan air mata sekembalinya ke rumah”.
Keluarga tersebut mengungsi sejak hari pertama dari kerusuhan pada 20 Maret yang berlangsung selama 3 hari.
Kerusuhan berawal dari perselisihan di sebuah toko emas yang dimiliki warga Muslim dengan 2 pelanggan Buddha.
Tak lama setelah perdebatan tersebut, seorang biksu Buddha terbunuh dan ini memicu kerusuhan di penjuru Myanmar.
Para biksu Buddha yang terlibat dalam bentrokan tersebut menyaksikan warga Muslim yang dilukai dan dibakar hidup-hidup di jalanan.
Sebuah kelompok nasionalis Buddha yang dipimpin oleh seorang biksu, memanggil diri mereka ‘Kelompok 969’ dan mempelopori gerakan anti-Muslim lewat pidato kebencian dan kampanye.
Bentrokan ini menewaskan sedikitnya 43 orang. Juga menyengsarakan hampir 13 ribu pengungsi dari kaum Muslim dan Buddha.
Jumlah warga Muslim kalah jauh dibandingkan warga Buddha. Dan ada banyak korban jatuh dari kelompok ini. Mereka terpaksa bertahan di pengungsian sepanjang April, karena tidak aman bagi mereka untuk kembali ke rumah.
Tapi sekarang banyak warga Muslim dan Buddha yang rumahnya selamat kembali ke rumah mereka.
“Ada banyak tentara dan polisi yang berjaga-jaga di wilayah saya, itu membuat saya merasa lebih tenang”
Pos keamanan khusus dibuat di wilayah tempat tinggal warga Muslim.
Pemerintah telah mengambil langkah-langkah meredakan konflik, tapi tetap saja hubungan antara kaum Muslim dengan pemeluk Buddha belum kembali normal...
“Bila mereka melihat kita, mereka langsung terlihat menghindar, tidak ingin berbicara atau berinteraksi dengan kita”
Aung Khin, warga beragama Buddha.
“Dulu kami saling bertegur sapa, tetapi setelah kerusuhan rasanya tidak ada yang perlu dibicarakan”
Aung Khin menghabiskan hampir seluruh hidupnya di Meiktila. Dia punya teman Muslim. Tapi setelah kerusuhan ini, hubungan mereka memburuk.
“Saat ini tidak ada rasa saling percaya. Dulu kami saling bahu membahu dengan membeli barang-barang yang mereka jual, memperlakukan satu sama lain seperti layaknya teman. Tapi setelah kerusuhan, rasa kepercayaan itu hilang.”
Ada juga beberapa orang yang mengaku tetap rukun pasca kerusuhan namun hal ini sangat jarang ditemui.
Keluarga Thidar Hla dan Aung Khin bahkan memastikan, mereka akan membeli bahan pangan dari toko yang pemiliknya seagama dengan mereka.
Hnin Ei Phyu, putri Thidar Hla.
“Dulu saya bebas melakukan apa saja tetapi sekarang saya tidak sebebas sebelumnya.”
Pemerintah mengatakan akan membangun kembali semua rumah yang hancur akibat kerusuhan tersebut. Tapi kenyataannya, baru beberapa yang dibangun lagi. Sementara mereka yang rumahnya hancur, harus bertahan di pengungsian.
Susana di Meikhtila masih tegang...
Status siaga pun masih berlaku hingga beberapa bulan ke depan
Warga Muslim Myanmar Kembali ke Rumah
Suhu makin memanas dan pergerakan anti muslim terus merebak di Myanmar.

INDONESIA
Sabtu, 15 Jun 2013 18:15 WIB

Konflik si Meikhtila Burma, ketegangan Muslim Meikhtila, ketegangan di Meikhtila Myanmar
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai