Selama bertahun-tahun kelompok gay, lesbian, biseksual dan transgender atau LGBT di Myanmar harus menyembunyikan identitas seksual mereka.
Mereka mesti berhadapan dengan diskriminasi karena di negeri ini, aktivitas homoseksual adalah tindakan melanggar hukum.
Namun peringatan hak-hak gay di Yangon tahun lalu adalah tonggak bersejarah.... dan tahun ini batas-batasan yang selama ini membelenggu akan didobrak.
Acara ini berlangsung di sebuah hotel di pusat kota Yangon.
Lima orang menari di atas panggung di salah satu ruangan di hotel itu, diiringi musik yang sangat populer di kalangan LGBT... salah satu liriknya berbunyi ‘stop diskriminasi dan terimalah perbedaan”.
Sekitar seribu orang hadir di acara tersebut – mulai dari utusan diplomat sampai orang biasa.
Penyelenggara acara juga membagikan kondom dan brosur soal bahaya HIV.
Kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender disambut hangat di sini. Tapi di luar sana, kaum konsevatif Myanmar masih belum bisa menerima keberadaan mereka.
Nat Nat New yang berusia 39 tahun ini diusir dari rumah oleh orangtuanya.
“Saya sempat terlunta-lunta, tinggal di jalanan dan rumah seorang teman, tapi hal itu tidak berjalan baik. Lalu saya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya sampai akhirnya saya memiliki cukup uang untuk menyewa sebuah rumah. Saya berteman baik dengan para tetangga, akhirnya mereka menerima saya apa adanya.”
Setelah bekerja, Nat Nat New mandi guna melepas lelah. Dia sekarang tinggal seorang diri di pinggiran kota Yangon.
Dia mengaku didiskriminasi... karena cara dia berpakaian dan berperilaku yang layaknya perempuan.
“Kami selalu mengalami diskriminasi. Salah satu contohnya adalah ketika berada dalam bis umum, orang tidak mau duduk dekat kami. Mereka pasti menghindar dan secara terang-terangan menghina kami.”
Hukum Myanmar menyatakan, semua aktivitas homoseksual adalah pelanggaran hukum dengan ancaman hukuman denda sampai penjara seumur hidup.
Hal ini memaksa kaum LGBT untuk menyembuyikan jati diri mereka.
Lagu “Unity” atau yang berarti kesatuan adalah lagu yang amat populer diantara komunitas LGBT. Ini jadi semacam lagu kebangsaan untuk pergerakan hak-hak kaum gay.
Aung Myo Min adalah Ketua Equality Myanmar, sebuah LSM non-profit yang berkecimpung dalam hak-hak asasi manusia.
Dia sendiri adalah seorang homoseksual dan selalu menyembunyikan identitas seksualnya selama bertahun-tahun.
Dia hanya bisa mengakui identitasnya ketika berada di pengasingan, di Thailand.
Dan sekarang dia kembali ke Myanmar untuk membangun dan membantu gerakan kesetaraan hak-hak kaum gay.
Di acara ini, LSM tersebut meluncurkan laporan soal pemenuhan hak LGBT di Burma.
“Banyak sekali kasus-kasus pelecehan yang dilakukan para polisi terhadap kaum gay. Mereka selalu menggunakan Undang-undang No 377 sebagai perangkap. Mereka juga memakai aturan polisi lain yang menyebutkan kalau siapa pun yang tertangkap basah ada di tempat gelap bisa ditangkap. Mereka memakai aturan ini untuk melecehkan, mengintimidasi, menangkap dan melanggar hak-hak LGBT secara seksual.”
Pada tahun 2011, Dewan HAM PBB mengeluarkan putusan bersejarah untuk mendukung kaum gay di seluruh dunia.
Dan untuk kali pertama, Myanmar menyelenggarakan gay pride atau peringatan akan hak-hak LGBT tahun lalu untuk menandai Hari Internasional Anti Ketakutan terhadap Kaum Homoseksual.
Tetapi kenyataannya, kehadiran mereka masih dianak-tirikan.
“Masyarakat menerima mereka dalam pekerjaan-pekerjaan tertentu seperti ahli kecantikan atau entertainter/artis hiburan. Tidak ada tempat bagi mereka untuk menduduki posisi seperti politisi, pengusaha dan lainnya. Kami ingin merubah semua itu. Kami juga memiliki kualifikasi serta keahlian yang sama seperti manusia lainnya. Kami juga ingin melakukan sesuatu bagi bangsa kami. Semua orang berhak menggunakan hak dan kewajibannya untuk membangun bangsanya.”
Seiring reformasi dramatis dari Presiden Thein Sein, banyak hal perlahan mulai berubah.
Ada program TV di internet berjudul “Colours Rainbow TV” yang mengudara sebulan sekali. Program yang ditujukan bagi kaum gay ini adalah yang pertama.
Ada juga pelatihan bagi komunitas LGBT dan kaum minoritas lainnya sehingga mereka bisa saling melindungi hak masing-masing.
Tapi menurut Aung Myo Min, perjalanan mereka masih panjang.
“Pemerintahan yang baru menyatakan kalau Myanmar saat ini menganut demokrasi, kalau mereka menghormati hak asasi manusia. Kami ingin pemerintah memasukkan klausa soal orientasi seksual dan identitas gender ke dalam konsitutis, sehingga kaum LGBT mendapatkan perlakuan yang sama dengan warga negara lainnya di Burma.”
Min Sanong Htaw adalah mahasiswa universitas di jurusan Ilmu Politik.
“Saya penganut liberalisme. Kita semua harus punya hak yang sama, kebebasan dan keadilan. Selama kebebasan kami tidak merugikan orang lain, kita bebas melakukan apa saja. Hal ini berlaku bagi semua orang termasuk kaum gay.”
Aung Myo Min berharap masyarakat dapat mengubah persepsi mereka terhadap kaum LGBT.
“Kami bukan mahkluk luar angkasa atau badut. Kami adalah manusia. Kami ingin masyarakat menerima kami apa adanya…tidak memandang kami sebelah mata. Kami ingin pandangan ini berubah.”
Kaum Gay Myanmar Mulai Muncul
Selama bertahun-tahun kelompok gay, lesbian, biseksual dan transgender atau LGBT di Myanmar harus menyembunyikan identitas seksual mereka. Dan peringatan tahun ini akan mendobrak batas-batasan yang selama ini membelenggu.

INDONESIA
Senin, 10 Jun 2013 12:05 WIB


Gay di Burma mulai muncul, Gay di Burma, peringatan hak-hak gay
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai