Bagikan:

Afghanistan Batasi Sinetron Asing

Industri pertelevisian di Afghanistan tengah meledak. Namun belum lama ini, President Hamid Karzai melarang penayangan film dan serial TV yang dianggap tidak Islami.

INDONESIA

Senin, 10 Jun 2013 12:05 WIB

Author

Ghayor Waziri

Afghanistan Batasi Sinetron Asing

Sinetron Afghanistan, Taliban, Dilarangnya program TV yang tidak Islami, TV Afghanistan

Industri pertelevisian di Afghanistan tengah meledak.

Sebelumnya pertelevisian dibungkam saat Taliban berkuasa, namun sekarang ada lebih dari 50 stasiun televisi mengudara.

Beberapa stasiun TV menyuguhkan tayangan sinetron impor, tarian dan musik dari India, Turki bahkan dari Korea Selatan.

“Zaman dan Efat” merupakan sinetron paling populer di Afghanistan saat ini.

Ini adalah sinetron kisah cinta produksi Turki.

Sinetron ini tayang di sedikitnya 25 stasiun TV di pelosok negeri, setiap malam.

Wahid Tabish, mahasiswa berusia 22 tahun adalah penggemar berat serial ini.

“Bagi saya, serial ini seru. Ketika Anda menonton sinetron, Anda bisa belajar banyak soal kehidupan. Saya tahu kalau sinetron juga ada adegan seks atau minum minuman beralkohol, tapi sisanya bagus.”

Tapi ulama setempat tak setuju.

Mereka meminta pemberangusan sinetron di stasiun TV, dan menuding tayangan itu tidak bermoral dan tidak Islami.

Menjawab permintaan ulama, Presiden Hamid Karzai lantas memerintahkan pelarangan sejumlah tayangan yang dianggap “vulgar, asusila dan tidak Islami” mulai bulan ini.

Jalal Noorani adalah penasihat Menteri Informasi dan Kebudayaan.

“Benar sekali, kami telah menerima instruksi dari Presiden. Tetapi ini tidak berarti bahwa kami melarang stasiun TV untuk menayangkan sinteron atau program musik. Mereka boleh menayangkan program apapun selama tidak ada adegan yang bertentangan dengan nilai-nilai religi, tradisi dan norma sosial yang berlaku.”

Saat Taliban berkuasa, TV dilarang tayang.

Namun Taliban jatuh 12 tahun lalu, media telah menikmati kemajuan pesat.

Saat ini Afghanistan memiliki lebih dari 50 stasiun TV swasta, 150 stasiun radio penyiaran dan sekitar 1000 surat kabar.

Dunia internasional mengkritik, keputusan ini bisa mengancam kebebasan pers di Afghanistan.

Abdul Hamid Mobariz adalah Ketua Ikatan Nasional Jurnalis Afghanistan.

“Konstitusi Afghanistan menjamin hak kebebasan berekspresi. Tetapi keputusan Presiden bertentangan dengan konstitusi. Ini semacam sensor dan kami tidak menerima itu. Kami ingin menghindari sensor dan bangkit dari masa lalu. Kita harus melawan keputusan ini. Kami percaya bahwa ini adalah awal pembatasan kebebasan media di negara ini.”

Ini bukan kali pertama pemerintah Afghanistan berupaya melarang tayangan sinetron TV yang populer.

Pada 2009, pemerintah memerintahkan stasiun TV lokal untuk menarik tayangan sinetron produksi India.

Namun tidak satu pun stasiun TV yang mengindahkannya.

Sejumlah sutradara dan bintang sinetron Afghanistan mengatakan, keputusan ini dapat berpengaruh pada pekerjaan mereka.

Aktris Sidiqa Tamkin berharap pembatasan ini tidak berlaku pada sinetron produksi dalam negeri.

“Sinetron sangat diperlukan masyarakat karena tayangan ini menyingkap masalah kehidupan. Ini juga merupakan mata pencaharian bagi kami, aktor dan aktris. Saya akan terus berkarya karena ini adalah komitmen saya kepada pecinta sinteron saya. TV dilarang di masa Taliban, dan kami diserang. Tapi kami berjuang dan berhasil sampai di titik ini.”

Banyak yang mengatakan, ini merupakan upaya pemerintah untuk mengembalikan Afghanistan ke era Taliban.

Namun penasihat pemerintah Jalal Noorani mengatakan, perintah ini justru keluar untuk melindungi nilai-nilai setempat.

“Sudah jelas bahwa setiap negara punya aturan sendiri untuk media siaran. Pembatasan ditujukan kepada sinetron produksi India, Turki atau negara-negara asing lainnya. Serial itu menampilkan adegan-adegan yang bertentangan dengan nilai religi dan norma-norma. Kami yakin keputusan ini akan berdampak positif bagi masyarakat. Stasiun TV yang mengabaikan perintah ini akan ditindaklanjuti secara hukum.”

Sutradara peraih penghargaan Alka Sadat adalah produser serial populer “Bahast Khamos” atau “Surga yang Senyap”.

Mini seri ini mengakat masalah yang dihadapi anak muda sekarang ini – misalnya isu penyalahgunaan narkoba dan korupsi.

Alka yakin, sinetron dapat membantu penonton memiliki pemahaman lebih baik soal masyarakat.

“Lebih dari 70 persen warga Afghanistan buta huruf. Mereka dapat memahami masalah mereka melalui tayangan sinetron dan film...baik itu dari Afghanistan, India, Amerika atau Negara lainnya. Selama periode Taliban, masyarakat tidak dapat menonton film dan sinteron tetapi mereka bisa menemukannya di pasar. Sekarang mereka ingin menghentikannya di TV, tetapi mereka tidak dapat meniadakan internet atau pasar gelap.”




Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending