Pukul 10:00 pagi, waktunya belajar bagi murid sekolah perempuan di Landi Kotal.
Sekolah mereka pernah dibom empat tahun lalu dan sekolah ini masih tidak aman.
Tetapi Fareshta Khan yang berusia 9 tahun tidak ingin absen satu hari pun.
“Saya ingin menjadi dokter karena saya ingin merawat kakek saya yang menderita diabetes. Saya sayang kakek karena beliaulah yang mengizinkan saya pergi ke sekolah.”
Farestha dan temannya kini belajar di rumah gurunya.
Nihar Sultana menyambut ketika mereka tiba. Untuk keamanan, para murid harus melewati dua pintu.
Sebanyak 120 murid belajar di sekolah ini, ujar Nihar yang menyulap rumahnya menjadi sekolah pada 2010 lalu.
Beberapa siswa yang lulus sudah mendapatkan karir yang sukses.
“Beberapa murid saya mendapatkan pekerjaan di Departemen Kesehatan, bekerja di pusat penyulaman, juga mengajar. Saya berusaha keras untuk membuat perempuan di daerah ini berpeluang mendapatkan pekerjaan.”
Nihar telah menjadi guru selama 25 tahun..
Dia sangat prihatin terhadap pendidikan perempuan di negaranya.
“Tidak satupun perempuan bersekolah. Semua perempuan menganggap remeh pendidikan dan sekolah. Saya berusaha keras meyakinkan mereka. Ini jauh lebih mudah saat saya mendapatkan gelar master pendidikan dan saya mulai mengajar.”
Para siswa duduk berkelompok dan hari ini mereka belajar Bahasa Inggris.
Nihar duduk di lantai bersama mereka saat mengajar.
Dia ingin memastikan lingkungan belajar yang aman untuk anak-anak.
“Saya selalu memberikan mereka lingkungan yang damai dan kondusif saat mereka datang ke rumah saya. Ini sangat penting untuk kegiatan belajar mengajar, sesuatu yang telah saya pelajari selama 25 tahun mengajar. Saya ingin mengajar anak-anak perempuan selama 25 tahun lagi.”
Lebih dari setengah juta anak-anak putus sekolah di Khyber Paktunkhwa dan wilayah kesukuan di Pakistan.
Di daerah ini, tingkat melek huruf perempuan hanya sekitar lima persen, sedangkan lelaki 34 persen.
Kelompok radikal mengancam dan membunuh pimpinan perempuan agar tidak menuntut hak dan kesetaraan.
Nihar diancam beberapa kali karena membangun sekolah di rumahnya, tetapi ia menyimpan ancaman itu untuk dirinya sendiri. Dia tidak ingin membuat anak-anak takut.
“Ini tugas yang sulit karena mengganggu seluruh rumah dan rutinitas sehari-hari. Tetapi saya melakukan apa yang saya bisa untuk anak-anak di daerah ini. Saya mau mereka mendapatkan pendidikan, agar mereka bisa keluar dari kesukuan dan punya hidup yang lebih baik.”