Sore itu, Mohammad Yazid yang berusia 58 tahun tertatih menuju klinik kesehatan.
Dia mengeluh sakit pada kepala dan seluruh tubuh gemetaran.
Dia menyerahkan sekantong sampah plastik dan kartu anggota Klinik Asuransi Sampah kepada petugas kesehatan.
“Sampah, hanya satu kilo, sampah kering kresek kertas, senang kalau bawa sampah ke sini senang saya, ndak pake uang.”
Pasien lain, Siti Hasanah mengalami gangguan pernafasan.
Dia juga membayar pengobatan di klinik ini dengan sampah sebagai premi asuransi.
“Ya senang, suruh bawa sampah ke sini, obatnya gratis, periksanya gratis,” kata Siti seusai di periksa.
Keduanya adalah anggota Klinik Asuransi Sampah di Kota Malang, Jawa timur.
Klinik ini menyasar warga miskin agar bisa mendapatkan perawatan kesehatan yang layak dengan menjual sampah rumah tangga mereka.
Para anggota hanya perlu rutin menyetor sampah senilai Rp 10 ribu perbulan atau setiap kali berobat.
Penggagas Klinik Asuransi Sampah ini adalah Gamal Albinsaid yang berusia 24 tahun.
Dokter muda lulusan Universitas Brawijaya Malang ini melihat potensi ekonomi dari pengelolaan sampah.
“Kenapa pilih sampah, karena sumber daya sampah itu besar sekali, bayangkan semua produk berakhir di sampah, sehingga dengan permasalahan sampah ini meningkatkan nilai sampah secara signifikan, ketika sampah itu masuk dalam konsep asuransi, mereka menyerahkan premi ya, prinsipnya asuransi kesehatan mikro ya. Jadi mengambil sumber daya masyarakat yang terbuang, kami proses menjadi sumber dana kesehatan dan kami kembalikan sebagai pelayanan kesehatan.”
Sejak beroperasi Agustus tahun lalu, Klinik Asuransi Sampah sudah berdiri di lima lokasi.
Beroperasi setiap hari dari pukul 4 sore hingga 8 malam, puluhan pasien mengantri setiap hari.
“Kami fokus dilayanan kesehatan primer, tapi satu hal yang berbeda, asuransi sampah ini holistic hot care service, jadi kalau kita ikut asuransi biasa kita gak sakit itu rugi ya, kita bayar terus kapan sakitnya, kalau ikut asuransi sampah itu nggak sakit kami tingkatkan kesehatannya, kami membuat yang sehat semakin sehat, mencegah yang sehat agar tidak sakit, mengobati yang sakit, merehabilitasi yang sembuh dari sakit,” tambahnya.
Hingga kini sudah ada 500 anggota Klinik Asuransi Sampah.
Melalui klinik ini, masyarakat didorong mengumpulkan sampah rumah tangga. Sampah tersebut kemudian dijual ke Bank Sampah Malang, milik Dinas Kebersihan dan Pertamanan.
Kepala Unit Pengolahan di Bank Sampah Malang, Rizal Farchrudin mengatakan, sampah-sampah itu akan diolah menjadi barang berguna.
“Sampah organiknya sendiri kita buat pupuk, cair sama padat, juga untuk peternakan cacing kita kembangkan ternak cacing di area kami.”
Pemerintah Kota Malang menyambut baik ide asuransi sampah ini, ujar Kepala Dinas Kesehatan, Asih Tri Rachmi.
“Dinas kesehatan akan menggandeng, merengkuh ya, mungkin kalau kita bisa memberikan fasilitas yang ada di Dinkes dan tidak menyalahi aturan ya akan kami bantu.”
Akhir Januari lalu, ide kreatif Gamal diganjar penghargaan The Prince of Wales Young Sustainability Entrepreneur dari Kerajaan Inggris.
Dalam sebuah acara yang digelar di Istana Buckingham, Gamal menerima uang sebesar 70 ribu USD atau sekitar Rp 800 juta lebih dari Pangeran Charles.
Gamal bertekad untuk memberi lebih banyak kebaikan hingga ia tak sanggup.