Beberapa tahun lalu, bisnis percetakan di Peshawar berjalan baik karena ada pemilihan umum di Afghanistan.
Sebagian besar atribut kampanye yang digunakan di Afghanistan dicetak di luar negeri, terutama di Pakistan.
Pada pemilu 2009, atribut kampanye yang dicetak di Pakistan bernilai lebih dari 200 miliar Rupiah. Tapi pemilu tahun ini berbeda.
Ini adalah jalan Jhangi Mohallah di Peshawar yang terkenal dengan bisnis percetakannya.
Ketika jadwal pemilu Afghanistan diumumkan, banyak toko yang merekrut karyawan baru untuk menghadapi peningkatan pesanan.
Jamshaid Khan sudah bekerja di sebuah percetakan selama dua puluh tahun terkahir.
“Kami punya banyak pekerjaan dari seberang perbatasan selama pemilu. Selama beberapa tahun terakhir, pesanan barang cetakan pemilu dari Afghanistan datang kepada kami. Dan uang yang kami terima cukup banyak.”
Karena situasi keamanan dan kurangnya pasokan listrik, sebagian besar atribut kampanye Afghanistan diproduksi di luar negeri, khususnya di Pakistan yang menawarkan harga lebih murah.
Tapi tahun ini pemerintah Afghanistan telah meminta para kandidat untuk tidak mencetak atribut kampanye di luar negeri.
Haider Ali adalah pemilik usaha percetakan di Jhangi Mohallah.
“Sekarang bisnis berjalan lambat. Barang cetakan pemilu yang datang kepada kami jumlahnya sedikit. Selama seminggu terakhir, hanya sedikit pesanan dari Afghanistan.”
Di Pakistan, percetakan merupakan bisnis terbesar setelah tekstil.
Pesanan barang cetakan dari Afghanistan sangat penting bagi kelangsungan hidup bisnis percetakan lokal.
Zaffar Aman Khattak adalah presiden serikat pekerja Press dan Publikasi Khyber Pakthunkwa.
“Usaha percetakan meraup ratusan juta Rupiah. Beberapa bahkan membeli mesin cetak impor. Tapi tahun ini, pesanan dari seberang perbatasan sangat terbatas.”
Pelaku usaha percetakan di Peshawar berharap pemerintah bisa melakukan apa saja untuk menyelamatkan bisnis ini...
Pekerja seperti Jamshaid Khan khawatir dengan masa depannya...
“Keluarga kami juga khawatir. Anak-anak kami tahu kalau mata pencaharian kami semakin lemah.”