Umat Kristiani di Karachi menggelar kebaktian untuk memperingati satu tahun serangan mematikan yang terjadi di Gereja All Saints.
Tahun lalu, sepasang pelaku bom bunuh diri meledakkan diri di antara ratusan umat di luar gereja bersejarah itu.
Akibat serangan itu lebih dari 80 umat tewas dan 100 orang lainnya luka-luka.
Shazia Naeem kehilangan tiga anggota keluarganya.
“Tuhan Yesus tidak mengajarkan pengikutnya untuk membalas dendam. Dia mengajarkan kami untuk memaafkan. Meski kami menghadapi masa sulit, tapi sebagai umat Kristiani, kami tidak boleh dendam dan harus memaafkan.”
Taliban sudah berperang dengan pemerintah Pakistan sejak 2001.
Dalam ratusan serangan teroris, sudah lebih dari 40 ribu warga Pakistan tewas.
Shazia Naeem mengaku bersedia memaafkan para pembunuh.
“Kami siap memaafkan Taliban jika mereka berhenti menumpahkan darah orang-orang yang tidak berdosa. Kami dengar pemerintah berdialog dengan Taliban. Tapi negosisasinya harus bermakna dan menghasilkan.”
Tapi setelah satu dekade bertempur, pemerintah Pakistan berinisiatif melakukan pembicaraan dengan Taliban agar tercipta perdamaian.
Bulan lalu, pemerintah menghentikan operasi militer terhadap Taliban dan sebagai balasannya, Taliban melakukan gencatan senjata selama sebulan yang berakhir pada 10 April lalu.
Moulana Samiul Haq adalah seorang pemuka agama dan politikus yang menjadi penengah pembicaraan dengan Taliban di masa lalu.
“Pemerintah harus melakukan upaya untuk memastikan proses ini terus berlanjut di masa mendatang. Memenuhi tuntutan Taliban untuk melepaskan anak-anak, perempuan dan orang tua mereka yang tak berdosa, mengakhiri pembunuhan yang tidak sesuai hukum, dan menyatakan beberapa daerah sebagai 'zona damai' untuk mendorong dialog dilakukan dalam situasi yang aman.”
Tapi banyak keluarga yang tidak setuju.
“Seharusnya tidak perlu ada dialog dengan Taliban. Mereka bukan hanya musuh orang Syiah, Suni atau Kristen. Mereka musuh negara.”
Matthew Robert yang bukan nama sebenarnya, kehilangan banyak teman dan anggota keluarga dalam serangan bom mematikan di Karachi Maret tahun lalu.
Menurutnya para keluarga korbanlah yang seharusnya dibolehkan mengampuni dan menghukum teroris.
“Bukan pemerintah yang bisa mengampuni, tapi ahli waris yang sah dari para korban adalah satu-satunya pihak yang bisa mengampuni atau tidak para pembunuh. Itu yang dikatakan Syariah Islam. Tapi ahli waris menentang dialog ini. Kami ingin mereka dihukum karena saudara-saudara kami tewas dengan cara yang menyakitkan.”
Tapi sosiolog Dr Fateh Muhammad Burfat mengatakan pemerintah harus bertindak sesuai UU.
“Pemerintah gagal menjamin perdamaian dan Taliban gagal dalam perjuangan mereka. Pemerintah bisa melakukan upaya untuk mencapai perdamaian, tapi mereka yang terlibat dalam kejahatan keji harus diajukan ke pengadilan dan membiarkan pengadilan memutuskan nasib mereka.”
Dalam sebuah serangan bom, Mukhtaran Bibi kehilangan suaminya, pencari nafkah satu-satunya bagi tujuh anggota keluarga.
Menurutnya pembicaraan damai tidak akan mengubah apapun.
“Keluarga kami berantakan. Yang meninggal tidak bisa kembali. Mereka tidak akan kembali meski pemerintah menghukum para pembunuh,. Tuhan mungkin memandu orang-orang sesat tapi itu tidak bisa menggantikan kehilangan kami.”