Bagikan:

Seruan untuk Menurunkan Batas Umur dalam Undang-Undang Remaja India

Sidang terhadap lima lelaki yang terlibat dalam pemerkosaan massal dan pembunuhan perempuan berusia 23 tahun, baru dimulai di pengadilan khusus jalur cepat di New Delhi. Jika terbukti bersalah, mereka bisa dihukum mati. Tersangka keenam yang diduga m

INDONESIA

Sabtu, 06 Apr 2013 17:05 WIB

Seruan untuk Menurunkan Batas Umur dalam Undang-Undang Remaja India

India, UU Pidana Anak, Pemerkosaan Beramai-ramai

Sidang terhadap lima lelaki yang terlibat dalam pemerkosaan massal dan pembunuhan perempuan berusia 23 tahun, baru dimulai di pengadilan khusus jalur cepat di New Delhi.

Jika terbukti bersalah, mereka bisa dihukum  mati.

Tersangka keenam yang diduga masih berusia 17 tahun, akan diadili di pengadilan remaja – Dia dianggap terlalu muda untuk disidang dengan hukum pidana. 

Banyak pihak yang meminta perubahan Hukum Pidana Anak.
 
Selama sebulan terakhir, daerah Jantar Mantar diduduki para pendemo yang menuntut keadilan atas para korban pemerkosaan massal di Delhi.

Kali ini, sekelompok orang yang memakai ikat kepala berwarna hitam dan memegang spanduk yang bertuliskan “Gatung Pemerkosa”.

Salah satu pendemo itu adalah Renuka 30 tahun, seorang insinyur sipil.

“Insiden ini membangunkan kami semua dan kami tidak boleh tertidur lagi. Kami tahu hak-hak kami, dan harus memperjuangkan hak itu. Masalah keselamatan semestinya sudah otomatis menjadi milik kami, dan kami semestinya tidak perlu menuntut itu lagi, karena itulah tugas pemerintah. Tapi pemerintah masih tertidur, mereka tidak perduli. Kami harus teruskan perjuangan kami untuk menjamin masa depan anak-anak kami. Mereka semestinya tidak menderita karena kekerasan yang terjadi pada kami.”

Lima sidang dari enam tersangka sudah mulai digelar dalam pengadilan jalur cepat di New Delhi.

Mereka dituntut atas kejahatan penculikan, pemerkosaan dan pembunuhan korban yang berusia 23 tahun.

Salah satu tertuduh adalah remaja di bawa 18 tahun, dan kini dia diperiksa oleh Dewan Pengadilan Remaja. 

KTS Tulsi adalah Pengacara Mahkamah Agung.

“Seseorang yang berusia di bawah 18 tahun tidak boleh dihukum oleh pengadilan. Dia tidak boleh dipenjara; bahkan tidak boleh hadir di pengadilan. Harus ada pertimbangan untuk memutuskan apakah dia bersalah atau tidak bersalah dan tingkat hukuman sudah diserahkan kepada Dewan Pengadilan Anak. Saran untuk jenis hukuman boleh dibuat kalau dia berusia di atas 17 tahun. Hukuman paling minimum adalah dua tahun. Maksimum tidak boleh lebih dari tiga tahun dan itu pun dimasukkan ke rumah tahanan anak.”

Tapi banyak warga seperti Mohammad Faizan yang tidak bisa menerima hal ini.

“Korban ini mengatakan kepada ibunya kalau anak inilah yang memasukkan tongkat besi ke dalam tubuhnya hingga menghancurkan ususnya. Dan ketika dia menjerit kesaktian, ia memasukkannya lebih dalam lagi dan mengatakan: “Matilah kamu”. Dia bukan anak di bawah umur, dia itu monster. Dia semestinya dihukum di depan umum. Mereka itu orang dewasa kalau melakukan pemerkosaan, tapi kalau soal hukuman, mereka dianggap sebagai anak di bawah umur. Ini omong kosong; mereka semuanya semestinya disidang dan digantung bersama-sama.”
 
Masalah ini memicu perdebatan panas di seantero negeri – sebagian menyarankan pengubahan Hukum Pidana Anak untuk mengurangi batas umur dari 18 menjadi 16 tahun.

Jayanti Ranganathan adalah editor feature senior yang bekerja di harian berbahasa Hindi, The Hindustan.

“Kejahatan adalah kejahatan bagaimana pun kita melihatnya. Dan kita tidak bisa mengabaikan kalau anak-anak lebih cepat dewasa sekarang ini. Sebelumnya kami menemukan tanda-tanda akil balik setelah usia 13 tahun, tapi sekarang ini masa itu terjadi ketika mereka berusia 10-11 tahun, atau dalam banyak kasus sembilan tahun. Jadi keadannya sudah berubah sekarang ini, dan kalau remaja berusias 15 tahun melakukan kejahatan, dia sudah tahu betul apa yang dia lakukan dan harus menanggung akibatnya.”
 
Menurut Biro Catatan Kriminal Nasional, tingkat kejahatan anak-anak terjadi pada usia 16 hingga 18 tahun meningkat tajam dalam sepuluh tahun terakhir. 

Komisaris Polisi Gabungan Delhi, Tejender Luthra, mengatakan polisi mendukung penurunan batas umur.
 
“Dari 2000 sampai 2011, ada sekitar empat persen peningkatan dalam kasus pembunuhan yang dilakukan oleh para remaja. Dan terjadi lima persen kenaikkan dalam hal pemerkosaan. Jadi yang kita lihat sekarang ini adalah peningkatan tingkat kejahatan dalam kelompok ini, dan khususnya peningkatan dalam kejahatan mengerikan seperti pemerkosaan dan pembunuhan yang sangat memprihatinkan. Lalu yang ke-dua, kasus ini membuat kita semua terpukul. Kita berpikir ada alasan yang kuat untuk mengubah Hukum Pengadilan Remaja.”
 
Namun sejumlah aktivis anak mengatakan ini langkah mundur karena India justru baru saja menaikkan batas umur menjadi 18 tahun, beberapa tahun silam.

Atiya Bose adalah Direktur Angan, sebuah LSM anak.

“Bukti ilmiah menunjukkan anak-anak remaja di kelompok umur itu justru tidak dimasukkan dalam hukum tersebut dan merekalah yang paling rentan dengan perilaku yang jahat karena begitulah cara otak remaja berkembang. Pada usia itulah anak-anak remaja mencari sensasi dan tidak bisa menimbang-nimbang resikonya. Mereka lebih rentan dengan tekanan anak-anak sebaya mereka. Anak- anak yang berusia antara 16 hingga 18 tahun sangat mudah terangsang. Karena itulah Badan PBB menentukan batas usia 18 tahun. Ini bukan usia yang asal ditetapkan begitu saja. Usia ini sudah dipikirkan sebelumnya, dan sudah dibuat banyak penelitian soal ini. Sekarang kami menemukan penelitan ilimah yang mendukung hal ini.”

Kelompok hak asasi India, People’s Union for Civil Liberties menyatakan perubahan ini hanya akan menciptakan lebih banyak para penjahat muda.

Kavita Shrivastav adalah salah satu anggota kelompok ini.
 
“Hukum ini sudah jelas bahwa keadaan si anak yang membuat mereka melakukan kejahatan seperti ini, dan ini bukan sifat bawaan. Kalau keadannya diubah, kami akan mencoba bekerjasama dengan anak-anak itu, tantangannya terletak pada kita sebagai masyarakat.  Menurut saya kami membutuhkan masukkan pendidikan dan psikologis. Yang penting adalah kami bekerja sama dengan anak ini, ketimbang mengecam hidup dia atau menggantung dia. Jangan mengutuk anak-anak, karena dengan begitu kita akan membuat mereka lebih brutal lagi.”

Sebagian malah mendukung jalan tengah – bahwa harus ada pengecualian yang menganggap usia minimum untuk kasus seperti pemerkosaan dan pembunuhan.

Negara-negara seperti Inggris dan Perancis UK, yang juga menandatangani Konvensi Hak Anak PBB, sudah menerapkan ini. Remaja yang melakukan kejahatan kejam akan dimasukkan ke pengadilan pidana biasa.

Menurut psikiater seperti Pawan Verma, solusinya ada di masyarakat. 

“Semestinya orang marah karena masyarakat menjadi lebih tidak toleran, ketika kekerasan makin banyak terjadi. Kekerasan itu sendiri terjadi di rumah kita masing-masing. Proses keadilan anak remaja lebih fokus pada individu dan bukan balas dendam. Semestinya itu bisa memperbaiki orang dan masyarakat menjadi tempat yang aman, dimana kekerasan berkurang dan tidak ada sama sekali. Mungkin ini keadaan yang ideal, tapi jangan ubah proses itu karena seseorang harus berusia 17 tahun atau separuhnya.”
 



Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending