Bagikan:

Pengadilan Kembali Membuyarkan Kebebasan Pers di Thailand

Di Thailand, sejumlah kelompok hak asasi manusia prihatin dengan hukuman penjara bagi editor majalah yang dianggap mencemarkan nama baik raja negeri itu. Somyot Prueksakasemsuk dihukum sebelas tahun penjara pekan ini. Pengacaranya berencana untuk naik ba

INDONESIA

Selasa, 30 Apr 2013 18:45 WIB

Pengadilan Kembali Membuyarkan Kebebasan Pers di Thailand

Thai kebebasan pers, Sen Lam Radio Australia, Somyot Prueksakasemsuk

Di Thailand, sejumlah kelompok hak asasi manusia prihatin dengan hukuman penjara bagi editor majalah yang dianggap mencemarkan nama baik raja negeri itu.

Somyot Prueksakasemsuk dihukum sebelas tahun penjara pekan ini. Pengacaranya berencana untuk naik banding.

Somyot yang mengaku tak bersalah ditangkap pada 2010. Ia didakwa melanggar hukum lèse-majesté  karena menerbitkan majalah Voice of Thaksin.

Amnesty Internasional mengatakan Somyoat adalah ‘tahanan hari nurani’. Hal ini juga yang disuarakan oleh Aliansi Wartawan Asia Tenggara SEAPA.

Sen Lam dari Radio Australia berbincang dengan Gayathry Venkiteswaran, Direktur Eksekutif SEAPA di Bangkok.

“Menurut kami hukuman ini agak keras, seperti juga hukuman berat lainnya untuk sejumlah kasus lèse-majesté . Di beberapa kasus, hukumannya sampai 20 tahun. Kasus Somyot tidak terlalu berbeda – meski sudah jelas kalau dia tidak bertanggung jawab atas isi majalah yang ia buat.

Di dunia internasional sekalipun, para pemegang mandat PBB khusus sudah mengakui  ketentuan di bawah hukum pidana bagian 112 sangat tidak porporsional. Itu sangat keras. Dan ini bukan semata-mata soal hukumannya, tapi bagaimana Somyot diperlakukan ketika ditangkap, dimasukan penjara dan selama dia ditahan selama persidangan berlangsung. Kami keberatan sekali dengan pengabaian perawatan kesehatan serta penolakan uang tebusan yang sudah diajukan delapan kali. Seperti Anda tahu, seluruh proses hukuman, tidak hanya putusannya saja, sangat tidak adil dan tidak proposional.

Artikel yang dipertanyakan adalah artikel sindiran. Tapi Pengadilan mengatakan kalau masyarakat akan mengerti kalau karakternya mengacu pada monarki Thailand. Jadi tidak ada ruang untuk berdebat. Sepekan lalu, pemimpin lain dari gerakan Kaos Merah juga dihukum karena lèse-majesté  – untuk sesuatu yang TIDAK dia katakan. Dan menurut Pengadilan, apa yang tidak dia katakan justru menyiratkan kalau dia tengah merujuk ke monarki. Ini seperti melemparkan jala yang lebar dalam menafsirkan tulisan.”

Q: Perdana Menteri Yingluck Shinwatra berjanji akan mengamandemen hukum lèse-majesté, tapi baru melakukan sedikit hal untuk itu. Apa bisa diasumsikan kalau ini adalah masalah politik dan sensitif untuk dia?

“Saya ingin menambahkan kalau tak lama setelah dia menjabat, dia dan partainya bersumpah di Parlemen, bersama partai oposisi, kalau mereka TIDAK AKAN menyentuh soal amandemen konstitusi yang bisa berdampak pada hukum pidana pasal 112. Jada pada awal masa pemerintahannya, dia  sudah mundur dari manifesto kampanye partai Puea Thai.”

Q: Apa Anda heran dengan hal itu? Sebab majalah milik Somyot sangat mendukung saudara laki-laki perdana menteri Thailand, bekas PM Thaksin?

“Sebenarnya kami tidak heran. Ini adalah permainan politik, merusak aliansi dan mereka sudah terang-terangan tidak akan menyentuh masalah itu. Dan ini juga mencerminkan berbagai perpecahan di dalam partai Puea Thai dan basis pendukungnya. Jadi masih ada pemerintah yang kuat di dalam kelompok Kaos Merah dan itu yang sedang diperjuangkan Somyot – untuk mengamandemen hukum. Tapi para pemimpin papan atas mengabaikan atau menghindari masalah ini, karena mereka punya agendanya sendiri.”

Q: Apa dampak hukuman yang baru-baru ini dijatuhkan terhadap media Thailand?
“Umumnya media besar menghindar dari diskusi yang berkaitan dengan monarki. Tapi tren belakangan menunjukkan kalau diskusi mulai ada, tapi masih sedikit. Dan saya kira dampaknya lebih besar pada putusan pengadilan yang menaruh beban tanggung jawab hanya pada editor. Sebelumnya Undang-undang Percetakan menghapuskan tanggung jawab penuh dari editor. Tapi sekarang Pengadilan menempatkan ini kembali pada editor. Jadi dalam konteks liputan isunya, media arus utama telah diam dengan sengaja. Saya kira keputusan ini sebetulnya bisa menyebabkan orang tidak tenang karena tanggung jawab dikembalikan sepenuhnya kepada editor.”






Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending