Bagikan:

Keputusan Bersejarah Soal Paten Obat di India

Keputusan Mahkamah Agung India untuk membatalkan permohonan paten oleh produsen obat Swiss dipuji sebagai kemenangan bagi orang sakit di negara berkembang.

INDONESIA

Selasa, 30 Apr 2013 18:49 WIB

Keputusan Bersejarah Soal Paten Obat di India

India, paten obat, Novartis, obat kanker, Bismillah Geelani

Keputusan Mahkamah Agung India untuk membatalkan permohonan paten oleh produsen obat Swiss dipuji sebagai kemenangan bagi orang sakit di negara berkembang.

Putusan itu menjadi pukulan telak bagi perusahaan farmasi Barat yang ingin memperluas pasarnya di India.

Dan ini berdampak luas pada kasus-kasus yang melibatkan paten obat dan hak atas kekayaan intelektual.

Putusan Mahkamah Agung mengakhiri pertarungan hukum selama tujuh tahun dengan raksasa farmasi Swiss, Novartis.

Pengacara senior Anand Grover, mewakili Asosiasi Bantuan Pasien Kanker di pengadilan, menyambut keputusan itu.

“Pengadilan menolak permohonan Novartis dan menerima banding kami. Obat ini tidak baru, tidak inventif dan tidak memenuhi persyaratan 3D. Sekarang 3D sangat penting terutama berdasarkan UU paten baru, yang tidak mengijinkan bentuk-bentuk baru dari zat yang sudah dikenal untuk dipatenkan kecuali mereka secara signifikan lebih mujarab.”

Novartis ingin mematenkan obat anti-kankernya yang populer, Gleevec.

Ini adalah obat yang menyelamatkan nyawa pasien, biasa digunakan untuk mengobati beberapa jenis kanker darah. 

Obat ini meningkatkan harapan hidup pasien sampai 20 tahun - dan biayanya lebih dari 20 juta rupiah per bulan.

Tapi pasien leukemia, Noor Alam, 40 tahun, menggunakan versi generik dari obat itu -  yang harganya 10 kali lipat lebih murah.

“Dokter bilang saya harus minum obat seumur hidup. Saya  bisa beli karena lebih murah karena saya tidak mampu beli obat yang mahal.”

Putusan Mahkamah Agung itu berarti perusahaan yang memproduksi obat generik yang lebih terjangkau dapat terus melakukannya di India .

Keputusan ini berdampak besar pada obat-obat penting lainnya.

Aktivis kesehatan mengatakan jika Mahkamah Agung mengabulkan paten untuk Gleevec, mereka juga bisa melakukan hal yang sama untuk obat generik lainnya, seperti obat untuk HIV.

Lenna Meghaney, manajer kampanye untuk Medicine Sans Frontiers, mengatakan putusan adalah kemenangan besar.

“Kami merawat lebih dari 200 ribu ODHA. Di negara berkembang ada 8 juta orang yang hidup dengan HIV dan 80 persen diantaranya bergantung pada obat generik buatan India. Para pasien semua harus gembira karena ini adalah kemenangan besar bagi semua kelompok pasien.”

India adalah produsen obat generik terbesar, kerap dijuluki sebagai apotiknya negara berkembang'.

Namun kebijakan paten saat ini dipandang sebagai penghalang untuk investasi bagi penelitian dan pengembangan obat baru, kata Ranjit Sahani, Direktur Novartis India.

“Misalnya tidak ada perlindungan data di negara ini terhadap uji klinis yang ditangguhkan. Jadi ekosistem properti intelektual secara keseluruhan tentu tidak mengizinkan perusahaan global berinvestasi besar di India. India punya UU paten sejak 2005 tapi setiap investasi untuk penelitian dilakukan di Cina. Jelas ada sesuatu yang tidak beres.”
Beberapa perusahaan farmasi Barat dan Kamar Dagang AS menyuarakan keprihatinan serupa.

Tapi banyak yang mengatakan UU paten harus lebih berat, sehingga sulit bagi perusahaan farmasi untuk meraup keuntungan dengan mudah.

Sameer Kaul, onkolog di Rumah Sakit Apollo New Delhi.

“Kita harus memastikan mereka bersaing secara adil. Anda bisa membolehkan perusahaan baru dengan produk paten masuk dan berkuasa selama beberapa tahun. Tapi ketika Anda punya periode paten yang panjang hingga 10 atau 20 tahun, itu tidak masuk akal. Pada saat yang sama, Anda harus lebih unggul dalam industri ini dan butuh banyak uang untuk riset dan pengembangannya.”
Para analis mengatakan putusan Mahkamah Agung ini menjadi contoh yang penting bagi beberapa kasus paten lain, yang melibatkan produsen obat multinasional di India.




Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending