Sebuah unjukrasa yang direncanakan tokoh masyarakat di Provinsi Britania Baru Timur, Papua Nugini bertujuan untuk menghentikan hubungan seksual sedarah atau inses dalam masyarakat PNG dan untuk menekan polisi, serta lembaga peradilan agar berbuat lebih banyak membawa pelaku ke pengadilan.
Penyelenggara utama, Rosemary Savek dari organisasi aksi masyarakat Malaguna mengatakan pengalaman keluarga membuatnya terdorong untuk menyadarkan publik atas kejahatan seksual dan merespon sistem hukum. Dukungan terhadap aksi pada 9 April nanti telah berkembang dari hari ke hari. Richard Ewart dari Radio Australia mewawancarai Rosemary Savek tentang ini.
“Kami dipengaruhi isu-isu hubungan seksual sedarah, perkosaan dan segala bentuk kekerasan seksual, seperti pengalaman keluarga saya. Kita pernah melaporkan hal itu ke Polisi pzda 15 Agustus 2011, namun sampai sekarang laporan itu mandek. Ini menunjukan tidak ada peran lembaga hukum, seperti polisi. Mereka seharusnya menginvestigasi, menangkap dan menuntut. Ini belum terjadi.”
Q: Aksi ini bertujuan tidak hanya untuk memperjuangkan kasus yang melibatkan keluarga Anda, tetapi untuk memberi gambaran lebih besar atas kasus-kasus lain?
“Ya, itu akan menjadi pendekatan multi-sektoral pada semua bentuk kekerasan, tapi itu akan datang dari masyarakat sipil dan semua pemangku kepentingan dan kita bekerja sama dengan polisi, saya sudah bicara dengan Kapolda Dataran Tinggi PNG, Anthony Wagambie, dan Komandan Polisi di Kokopo, Inspektur Duadak. Mereka ingin mendukung kami dan mereka akan berjalan bersama kami dan jika ada petisi mereka bersedia untuk menerima atas nama masyarakat sipil kepada pemerintah.
Q: Pesan apa yang ingin disampaikan dalam petisi itu? Apa yang Anda minta dari pemerintah?
“Yang ingin kami lakukan adalah memberitahu mereka bahwa 38 tahun setelah kemerdekaan, PNG harus memiliki peraturan hukum, sistem peradilan atau polisi yang dapat menjerat pelaku inses ke penjara. Sumber dayanya ada, tapi mereka tidak pernah bekerja. Polisi tidak bekerja bagi masyarakat.
Q: Agaknya kasus ini sulit bagi kepolisian untuk menyelidikinya. Jika tidak ada alasan lain, membicarakan inses di PNG sangat tabu, tapi itu terjadi di tengah masyarakat PNG?
“Ya, saya pikir mereka manabukan dan ini budaya. Ketika kita meminta kesaksian, masyarakat tampaknya tidak melihat ini penting, agar mereka bisa berperan atau berkontribusi dalam kasus ini.”
Q: Mengapa Anda berpikir kasus ini meningkat? Apa yang berubah dari masyarakat PNG selama bertahun-tahun, inses bukan hanya sebagai subjek yang tabu, tapi itu sebagai sesuatu yang tak seorang pun bayangkan akan terjadi?
“Saya pikir salah satunya adalah ledakan populasi penduduk dan hal lain, kita tidak punya kamar di rumah. Itu hanya sebuah ruangan terbuka dan keluarga tidur bersama dan ini mungkin sebuah faktor yang mendorong kasus inses. Hal lainnya adalah bahwa di masa lalu, nenek moyang kita punya nilai budaya sendiri, praktek budaya yang berbeda dan penting. Tetapi hari ini, saudara tidak diizinkan berjalan bareng, saya harus gantian. Saudara tidak diizinkan untuk bermain bersama atau menyentuh, semua itu telah berkontribusi. Banyak teknologi masuk dan saya pikir telepon genggam dan televisi telah berkontribusi juga.
Q: Saya membayangkan setelah Anda melakukan aksi pada 9 April nanti, mungkin Anda ingin lihat lebih banyak orang yang mendukung aksi ini?
“Ya persis, apa yang kita lihat, semua orang harus datang dan kemudian menyuarakan.”