Tahun lalu satu juta turis berkunjung ke Burma yang dulunya adalah negeri tertutup --- ini adalah peningkatan 50 percent dibandingkan tahun lalu.
Di masa lalu, turis harus berpikir dua kali untuk berkunjung ke negara yang dikendalikan oleh pemerintahan militer yang diktator.
Tapi sekarang Burma dalam perjalanan menuju reformasi dan negara ini mulai membuka diri terhadap berbagai petualangan.
Menapaki jalan-jalan kota Rangoon, menjelajah stupa di Bagan, Anda akan bertemu banyak turis asing.
Sampai beberapa waktu lalu, para turis masih ragu-ragu untuk mengunjungi Burma, khawatir dengan gagasan berwisata di negara yang dikuasai pemerintahan militer.
Sekarang mereka melihat Burma sebagai salah satu negara Asia terdepan.
Setahun belakangan, jumlah turis yang masuk ke Burma naik dua kali lipat.
Tapi ini menjadi tekanan berat bagi infrastruktur setempat yang bobrok.
Salah satu masalah adalah kurangnya jumlah kamar hotel di Rangoon. Harga kamar pun mahal jika dibandingkan negara-negara tetangganya. Kamar termurah adalah 500 ribu rupiah per malam.
Kyi Thein Ho adalah Sekretaris Federasi Pariwisata Burma.
“Meskipun Kementerian sudah menetapkan harga kamar hotel yang tetap, para pemilik hotel tetap saja menaikkan harga untuk menutupi kerugian sebelumnya – mumpung ada kesempatan. Jadi ini adalah soal pasokan dan permintaan. Kami tak bisa memaksa mereka menuruti aturan. Tapi hotel perlu juga mempertimbangkan apakah harga yang mereka berikan sesuai nilainya.”
Persoalan lain: transportasi. Lalu lintas di Rangoon sangat kacau.
Penerbangan dan bus pun mahal, kata U Tin Tun Aung, Sekjen Asosiasi Pariwisata Burma.
“Untuk pengunjung yang tidak pernah ke Burma, mereka hanya berasumsi,”Oh jadi harganya segini di sini...” lalu menerima itu. Tapi bagi yang pernah ke sini sebelumnya, mereka akan menyadari kalau harganya sangat naik. Lalu mereka berpikir, ”Wah, harganya mahal ya tahun ini.”
Untuk mengatasi persoalan di sektor hotel, strategi baru pun diluncurkan.
“Saat ini hotel masih bergantung pada agen wisata untuk mendatangkan tamu. Kami telah meminta untuk memperbaiki akomodasi milik warga lokal, tidak hanya hotel terkenal, sehingga hotel-hotel kecil ini dapat perhatian. Ada banyak hotel milik warga lokal di Rangoon dan Mandalay, kami minta akomodasi di sana juga dilirik. Kami juga meminta pada hotel milik warga lokal ini untuk menyamakan standar dalam melayani tamu asing.”
Semakin banyak turis yang datang, semakin banyak layanan dan staf terlatih yang dibutuhkan hotel, dan industri wisata pada umumnya.
Dan sekarang, Kementerian Hotel dan Pariwisata Myanmar melangsungkan pelatihan untuk itu.
Sementara itu, persoalan lain adalah pemandu wisata liar.
Daw Thanda adalah salah satu pemandu wisata di sana.
“Ada lebih dari 3000 pemandu wisata yang punya izin. Dan sekarang mereka punya banyak masalah. Salah satunya adalah banyak sekali pemandu wisata liar yang terus melayani turis. Akibatnya, pemandu wisata resmi tak dapat pekerjaan.”
Burma punya banyak potensi.
Mulai dari kebudayaan yang kaya sampai alam yang masih belum terjamah.
Namun kurangnya transportasi di jalanan yang baik ikut mengurangi jumlah turis ke sana.
“Di negara bagian Chin di wilayah utara, seperti Hakha, Falam dan Danau Reed, tidak ada sistem transportasi yang komprehensif atau akomodasi memadai bagi turis. Tidak ada penerbangan harian menuju ke sana. Tapi sangat mungkin untuk memperbaiki keadaan. Misalnya mengembangkan wilayah Lembah dan Pegunungan Naga.”
Bulan Desember mendatang, Burma akan jadi tuan rumah SEA Games.
Ribuan tamu asing diperkirakan bakal datang.
Pemerintah berusaha meningkatkan kualitas hotel, telekomunikasi dan infrastruktur lainnya. Para pemilik hotel juga terus menggenjot kualitas di sektor ini.
SEA Games bakal menjadi tantangan terbesar bagi industri wisata Burma.