Laporan dari Organisasi Buruh Internasional tahun 2011 menyebutkan, para pekerja perempuan Asia rentan dengan kemiskinan dan eksploitasi.
Di Asia, para perempuan mendapatkan upah hingga 90 persen lebih rendah ketimbang pekerja laki-laki.
Laporan ILO juga mensurvei berbagai pabrik Indonesia.
Di Kawasan Berikat Nusantara (BKN), Cakung, Jakarta Utara, ada 70 ribu buruh perempuan – atau 90 persen dari seluruh jumlah pegawai.
Namun banyak di antara mereka yang tidak diberikan cuti melahirkan atau mendapatkan UMR.
Radio Marsinah adalah stasiun radio pertama khusus bagi para pekerja perempuan, yang mengajarkan mereka cara memperjuangkan hak-haknya.
Inilah hari kerja terakhir di pekan ini untuk Ari Widiastari.
Ia salah satu pegawai pabrik pembuat tusuk gigi di Jakarta Utara.
“Jiah...libur panjang...libur panjang. Kita libur panjang.”
Ari naik sepeda motornya ke salah satu radio komunitas.
“Kalau untuk sore ini, karena menjelang weekend jadi kita hanya kirim-kirim salam dan cerita-cerita selama satu pekan ini, pengalaman teman-teman di dalam pabrik selama satu minggu.”
Ari adalah penyiar di Radio Marsinah – Nama ‘Marsinah’ diambil dari seorang buruh pabrik perempuan yang diperkosa, disiksa dan dibunuh setelah menggelar satu mogok kerja 19 tahun lalu.
Nama siaran Ari adalah Dias, yang diambil dari nama belakangnya.
“Senang. Justru malah kebalik. Begitu lelah kerja seharian, begitu duduk di sini dengarin musik, bisa interaktif dengan teman-teman. Begitu banyak sharing dengan atensi-atensi yang masuk. Tidak capek. Banyak teman-teman. Hampir setiap hari kumpul.”
Ari menyapa para pendengar dan mulai membacakan pesan pendek yang masuk.
Ia siaran seperti penyiar profesional.
“Awalnya grogi, rubrik apa yang mesti diomongin. Mungkin karena di sini banyak orang jadi tidak konsentrasi dengan banyak orang yang ingin ikut bersiaran. Kita juga terbatasnya pengalaman bersiaran Memang tidak pernah bersiaran, ini baru kali pertama. Masih grogilah.”
Di radio, mereka berbagi pengalaman sehari-hari mereka di pabrik.
Titin Wartini, yang juga salah satu pegawai pabrik adalah fans berat Radio Marsinah.
Hari ini dia menelfon dan berbagi pengalamannya.
"Kita bekerja dari pukul 7.30 pagi dan pulang 15.30. Itu sudah seharusnya (dilemburkan -red). Tetapi kenyataan tidak begitu, kami pulang
sampai mendapatkan target. Itu salah. Seharusnya kami itu dimasukannya lembur, bukan dimasukannya lembur tidak dibayar.”
Menurut Undang-Undang Perburuhan, para buruh bekerja paling lama 40 jam per minggu.
Namun, hukum ini sering dilanggar karena para buruh kerap bekerja lembur tanpa bayaran tambahan.
Banyak perempuan yang tidak diizinkan mengambil cuti hamil, dan takut diskors kalau memperjuangkan hak-haknya.
Namun, Radio Marsinah mendorong para perempuan menjamin mereka supaya bisa mendapatkan perlakuan yang setimpal.
Dian Septi Trisnanti dari Forum Buruh Lintas Pabrik (FBLP) adalan pimpinan radio ini.
”Perempuan akar rumput tidak mengerti apa gender itu? Ini yang harus ditransfer, sehingga mereka mengerti, paham. Kalau mereka sudah punya kesadaran mereka akan bertindak. Jadi radio buruh perempuan ini jangan dimaknai sebagai alat propaganda organisasi. Ini adalah pusat informasi dan pengetahuan untuk teman-teman buruh perempuan supaya menyadari hak sebagai buruh, menyadari hak mereka sebagai perempuan.”
Radio Marsinah punya berbagai program.
Kalau Anda menyimak106 FM di siang hari, Anda tidak bisa mendengarkan apa-apa.
Radio Marsinah hanya siaran pagi-pagi dan sore hari sesuai dengan jam kerja para buruh pegawai pabrik.
Karena stasiun radio ini masih baru, pendengarnya masih belum banyak.
Dian menuturkan mereka bekerja keras untuk menjangkau para pendengar baru.
“(Ada berapa program?) Ada banyak. Ada rubrik pagi, kemudian sore itu dunia luas, informasi tentang hak buruh perempuan. Terus ada talkshow. Talkshow sendiri ada lima, ada tentang hak dan hukum, union, cermin, ada rubrik inbox sms, ada rubrik rumah. Yang baru jalan adalah hak dan hukum, union dan cermin.”
Atin Kurniati adalah salah satu pendengar baru itu.
“Saya suka dengar radio Marsinah. Karena ini radio komunitas, bukan komersil. Radio ini beda dengan radio lainnya, misinya untuk memajukan perempuan itu yang saya setuju. Banyak tahu dari Marsinah soal isu-isu perempuan. (Biasanya mendengarkan melalui apa?) Lewat Radio, lewat handphone. Kalau pas mancing atau main ke mana, coba di sini ketangkep tidak Marsinah FM karena banyak informasi tentang hak buruh.”
Radio Marsinah diluncurkan pada tanggal 21 April – ini adalah Hari Kartini, untuk merayakan hari lahir Raden Ajeng Kartini, pahlawan Indonesia dan pionir hak-hak perempuan Indonesia.
Pendengar setia seperti Titin Wartini mengajak rekan-rekan kerjanya untuk menyimak Radio Marsinah.
Ia ingin mereka mendapatkan pencerahan sama seperti yang ia alami.
“Selama ini, saya pribadi hanya mengetahui perempuan itu tidak jauh-jauh banget dari dapur, sumur lantas naik ke kasur. Tetapi setelah mengenal Marsinah FM ini tidak lagi. Kawan-kawan buruh perempuan itu berhak tahu dan harus tahu dan yang paling penting adalah berani melawan di setiap ada penindasan. Tidak seperti dulu lagi, ditindas nangis. Intinya, kita memang mau bekerja, tetapi kita tidak mau ditindas. Karena kerja ada aturannya tersendiri. Seperti itu yang selalu ditekankan di radio Marsinah FM ini, buruh perempuan mari bangkit jangan pernah takut.”
Kembali ke studio, Ari menutup siaranya dengan dengan slogan radio itu.
“Radio buruh Marsinah, dari Perempuan Buruh untuk kesejahteraan dan kesetaraan.”