Sekitar 500 ribu orang Afghanistan jadi pengungsi akibat perang. Kini mereka bertahan hidup di kamp pengungsian yang sudah mereka diami selama bertahun-tahun.
Amnesty Internasional mengatakan, para pengungsi tak mendapat cukup perhatian dari pemerintah dan lembaga donor internasional.
Dan setiap kali musim dingin tiba, ada banyak laporan soal anak-anak meninggal dunia dalam situasi yang begitu buruk di kamp pengungsian sekitar ibukota Kabul.
Tapi orang-orang ini terlalu takut untuk pulang.
Mereka berasal dari provinsi di sebelah Selatan seperti Helmand dan Urozgan.
Rumah mereka adalah area konflik antara Taliban dan pasukan asing Afghanistan selama 9 tahun belakangan.
Rozee Khan adalah satu dari ribuan pengungsi yang kini menganggap kamp pengungsian sebagai rumah mereka.
“Karena perang dan kekerasan serta ancaman Taliban, saya harus meninggalkan rumah. Kehidupan saya sangat buruk di sini. Saya kehilangan segalanya. Dua belas anggota keluarga saya tewas akibat perang antara Taliban dan pasukan asing. Sekarang saya bersama anak saya satu-satunya. Kami tinggal di sini bersama kerabat. Tidak ada yang menolong atau mendengar suara kami.”
Ada empat kamp pengungsian seperti ini di ibukota Kabul.
Sekarang sudah musim dingin dan dinginnya menusuk kulit.
Hari ini seorang pengusaha datang menyumbangkan sejumlah arang... tapi ini sesuatu yang jarang terjadi kata Naaz Bi Bi.
“Kondisi kami sangat buruk di sini, di tengah cuaca dingin, kami tinggal di tengah air dan lumpur di bawah tenda. Kami tak punya bahan bakar untuk menjadi penghangat tenda kami. Kami juga tak punya bahan makanan yang cukup seperti beras, tepung, minyak dan selimut. Anda bisa lihat kehidupan kami seperti ini. Sekarang saya ingin keluar dan menemukan sesuatu yang hangat untuk di tenda ini.”
Keluarga-keluarga ini membutuhkan makanan dan bahan bakar dari pemerintah Afghanistan.
Mereka juga meminta tempat tinggal baru...
“Pemerintah harus membantu kami di musim dingin ini. Kami ingin mereka memberikan tempat tinggal. Karena musim dingin begini, anak-anak kami jatuh sakit dan membeku sampai mati.”
Banyak dari keluarga pengungsi ini melepas harapan untuk kembali ke rumah dan mereka meminta lahan.
Tapi Juru Bicara Kementerian Emigrasi Islamudin Joorat mengatakan itu tak mungkin.
“Kami tidak ingin memberikan tanah kepada orang yang telah datang dari provinsi lain untuk alasan apa pun. Untuk mereka yang telah jadi pengungsi selama lebih dari 2 tahun, kami bisa memberikan tanah untuk membangun rumah di provinsi asal mereka.”
Untuk sekarang ini, keluarga-keluarga ini harus bertahan di kamp pengungsian.
Anak-anak menghadapi masa depan yang tak pasti.
“Saya ingin sekolah, tapi saya tidak bisa karena saya butuh buku tulis, buku pelajaran... tapi saya tak bisa dapatkan itu. Itu butuh uang. Kami pun tak punya sekolah. Tanpa fasilitas itu semua, saya tak bisa sekolah.”
“Kami tak punya sekolah. Kami tak punya banyak hal yang kami butuhkan.”