Bagikan:

Pemimpin Tibet Menyerukan Dialog dengan Cina

Aksi protes dan unjuk rasa digelar di sejumlah kota di dunia akhir pekan lalu untuk menandai 54 tahun perlawanan Tibet atas pendudukan Cina.

INDONESIA

Sabtu, 30 Mar 2013 23:06 WIB

Pemimpin Tibet Menyerukan Dialog dengan Cina

India Tibet Uprising, Bismillah Geelani

Aksi protes dan unjuk rasa digelar di sejumlah kota di dunia akhir pekan lalu untuk menandai 54 tahun perlawanan Tibet atas pendudukan Cina.

Komunitas Tibet di pengasingan telah mendesak komunitas internasional untuk mengintervensi dan membantu menghentikan pelanggaran HAM yang terjadi di wilayah Himalaya itu.

India adalah rumah bagi pengungsi Tibet dan pemimpin spiritual mereka, Dalai Lama.

Pemimpin Tibet di India mendesakkan seruan baru untuk dialog dengan pemimpin baru Cina.

Di pertemuan besar warga Tibet di pengasingan di New Delhi, sutradara dan penyanyi Phuntsok Ladadakhi bernyanyi untuk menghormati para pengunjuk rasa.

Lagu ini bercerita tentang pengorbanan orang Tibet.

Anggota komunitas pengungsian itu berkumpul untuk memperingati 54 tahun perlawanan Tibet atas pendudukan Cina.

Ratusan orang Tibet tewas dalam pemberontakan itu.

Setelah pemberontakan yang gagal itu, Dalai Lama, pemimpin spiritual sekaligus pemimpin pemerintahan Tibet, langsung mengasingkan diri.

Lima dekade berlalu, komunitas ini belum kehilangan harapan.

Lobsang Funso yang berusia 50 tahun adalah bagian dari generasi pertama di pengungsian yang lahir dan tumbuh di India.

“Hari ini tidak akan terlupakan. Semua kekejaman, pembunuhan, pemisahan, semuanya diukir dalam ingatan kami selamanya. Hari ini mengingatkan kalau kami punya negara yang indah, yang diambil paksa dari kami dan kami harus mendapatkannya kembali. Kami tidak bisa menyerah, kami akan bertambah kuat dan tidak ada keraguan kalau kami akan bisa mencapai tujuan kami.”
Dan untuk kali pertama, hari ini juga dinamakan sebagai Hari Martir Tibet.

Keputusan ini diambil oleh kelompok Tibet untuk menyoroti makin banyaknya aksi protes bakar diri.

Choekyong Wangchuk adalah Direktur Eksekutif Pusat Riset Parlemen dan Kebijakan Tibet.

"Pada kesempatan ini, Parlemen Tibet di Pengasingan telah menyampaikan keprihatinannya terhadap orang-orang Tibet yang mengorbankan diri di sana. Jumlahnya mencapai 108 orang dan 98 diantaranya meninggal karena luka-lukanya. Kami menyerukan kepada pemimpin Cina agar menaruh perhatian pada masalah ini dan mengabulkan aspirasi rakyat Tibet.”

Di peringatan tersebut, seorang pengungsi Tibet mencoba membakar diri sendiri di Dharamsala, markas pemerintahan Tibet di pengasingan.

Bentuk protes ini tidak disetujui baik menurut kepercayaan Buddha ataupun oleh pemimpin Tibet.

Tapi menurut Wangchuk, para pengunjuk rasa merasa tak punya banyak pilihan.

“Mereka bersimpati pada kami. Kami sudah katakan, tolong  hormati hidup kalian. Mereka sangat berharga bagi kami karena jumlah kami sangat sedikit, hanya ada 6 juta orang Tibet, dibandingkan 1,3 atau 1,4 miliar penduduk Cina. Jadi hidup kami sangat berharga dan kehilangan satu orang Tibet saja adalah kerugian besar bagi kami. Mereka bersimpati pada kami, mereka tahu situasinya dan ikut merasakannya. Mereka lah yang berurusan dengan Cina dalam kehidupan sehari-hari. Ini situasi yang didorong oleh pemimpin Cina dan bukan orang Tibet Sendiri. "

Banyak warga India yang datang ke perayaan tersebut untuk menunjukkan solidaritas terhadap perjuangan warga Tibet.

Mereka mendesak pemerintah untuk memberikan tekanan kepada Cina untuk menyelesaikan persoalan ini lewat dialog dengan pemimpin Tibet.

Renu Gambhir adalah anggota Kelompok Solidaritas Tibet di India.

"India harus menjadi yang pertama menentang ketidakadilan yang dialami orang Tibet. Pemerintah kami berpikir kalau kami cukup diberi perlindungan saja... tapi tidak. Mereka harus mendapatkan semua kebebasan yang kami nikmati dan kami harus membantu dengan setiap cara yang mungkin untuk mencapainya.”

Warga Tibet sendiri merasa kalau India bisa dan seharusnya melakukan lebih banyak lagi, tapi mereka memilih untuk tak mengungkapkannya kepada publik.

Tapi mereka sangat kritis terhadap bagaimana cara Nepal memperlakukan komunitas ini.

Chimey Lundup tinggal di pengungsian di Nepal. Dia harus pergi ke New Delhi untuk ikut acara peringatan ini.

“Nepal tidak lagi seperti beberapa tahun lalu. Kami sangat senang ketika Raja masih berkuasa. Tapi kini semuanya berubah. Kami tidak diperbolehkan lagi untuk berunjuk rasa atau berpartisipasi dalam kegiatan politik. Cina memberi bantuan keuangan kepada Nepal dan sebagai imbalannya, pemerintah Nepal membungkam suara kami. Ini salah; mereka seharusnya tidak tunduk pada tekanan Cina karena kami hanya menuntut hak kami.”

Pemimpin Tibet meneruskan kampanyenya untuk intervensi internasional di Tibet.

Mereka juga mengeluarkan seruan baru untuk menyelesaikan soal ini secara bilateral dengan Cina.

Wangchuk dari Pusat Riset Parlemen Tibet mengatakan kalau mereka berharap pemerintahan baru Cina bakal merespons dengan positif.

“Sejak 10 Maret, pemimpin Cina yang baru mulai bertugas dan Parlemen Tibet di Pengasingan menawarkan 4 usulan kepada pemimpin itu. Yaitu memulai negosiasi dengan sungguh-sungguh, menghentikan kebijakan represif di Tibet, bertanggung jawab atas situasi sebenarnya di Tibet dan membebaskan para tahanan politik termasuk Panchen Rinpoche.”



Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending