Bagikan:

Afghanistan Gelar Festival Film Perempuan Pertama

Tahun ini Afghanistan menjadi tuan rumah Festival Film Perempuan yang pertama. Total ada 45 film yang diputar

INDONESIA

Sabtu, 30 Mar 2013 23:04 WIB

Author

Ghayor Waziri

Afghanistan Gelar Festival Film Perempuan Pertama

Afghanistan Film Festival, Ghayor Waziri, Women Director


Tahun ini Afghanistan menjadi tuan rumah Festival Film Perempuan yang pertama.

Total ada 45 film yang diputar – semuanya disutradarai perempuan dari berbagai negara temasuk dari Afghanistan.

Film yang dibuat sineas perempuan Afghanistan ini menunjukkan kekuatan perempuan negeri itu pada komunitas internasional.

Film berjudul “Setaraha” atau ‘bintang-bintang’ ini, menarik paling banyak penonton selama Festival Film Perempuan Pertama Afghanistan.

Film ini bercerita tentang sekelompok perempuan Afghanistan yang pergi ke Amerika Serikat untuk memulai bisnis.

Fakhria Ebrahimi adalah sutradara film itu.

“Saya mulai membuat film sekitar lima tahun lalu. Saya terinspirasi dengan perjalanan saya dengan sekelompok perempuan ke Amerika Serikat. Itu perjalanan keluar negeri saya yang pertama, juga bagi kelompok itu. Saat itu saya melihat, betapa mudahnya perempuan Afghanistan beradaptasi dengan hal baru di komunitas dan negara baru, yang lebih maju dari negara kami. Ini yang mengilhami saya membuat film yang mengambarkan apa yang bisa dilakukan perempuan Afghanistan. Perempuan-perempuan itu bisa jadi pengusaha, membuat rencana bisnis, bepergian sendirian dan tangguh dalam pekerjaannya.”

Fakhria adalah satu dari sedikit sutradara film perempuan di Afghanistan yang fokus pada isu perempuan.

Dia sudah menyutradarai empat film dan semuanya tentang penderitaan perempuan.

“Saya tertarik membuat film dokumenter karena mencerminkan keadaan sebenarnya masyarakat kita. Film pertama saya tentang tantangan fisik seorang perempuan, yang bekerja hanya dengan tangan kiri dan masalah yang dihadapinya.”

Tapi “Setaraha” adalah film pertamanya yang tampil dalam festival film.

“Saya tidak bisa katakan apa yang saya rasakan…saya ingin menangis…saya sangat bangga dengan karya ini… saya bisa menunjukkan kehidupan nyata perempuan Afghanistan dalam film ini…soal permasalahan yang muncul dan kekuatan mereka.”

Festival Film Perempuan pertama di Afghanistan ini diluncurkan pada Hari Perempuan Internasional.

Tunjuannya untuk mendorong para pembuat film kata Zahra Mobtakir, dari LSM Open Society Organisation.

“Tahun ini kami ingin menampilkan perempuan dan usaha mereka. Kami menerima 45 film untuk festinal ini dan semuanya disutradai perempuan. Film-film inidengan tegas menunjukkan betapa kuatnya perempuan Afghanistan.”

Afghanistan memproduksi puluhan film sampai tahun 80an.

Namun industri perfilman di sana hancur akibat perang sipil dan Taliban, yang melarang adanya TV dan film selama mereka berkuasa.

Setelah Taliban jatuh, situasi mulai membaik dan dalam beberapa tahun terakhir. Para perempuan mulai bekerja di industri film.

Dan Festival ini jadi titik balik bagi masyarakat Afghanistan.

Tapi sebagai pembuat film, Fakhria masih menghadapi berbagai tantangan.

“Saya selalu merasa stres berat. Orang-orang meminta saya untuk memutarkan film saya di TV lokal tapi saya tidak mau, karena saya takut terhadap reaksi masyarakat kami yang konsevatif dan tradisisonal. Saya khawatir dengan keselamatan saya dan teman-teman. Budaya kami tidak membolehkan perempuan jadi pembuat atau pemain film. Saya tahu ada beberapa orang di keluarga tidak suka dengan pekerjaan saya. Tapi kini saya yakin jika saya menunjukkan film saya, saya siap menghadpi reaksi masyarakat.”

Nabila Koorash, mahasiswa yang berusia 23 tahun ini, sangat menghormati para sutradara perempuan Afghanistan. Menurut dia, mereka berani mengambil resiko untuk menampilkan penderitaan para perempuan di negeri itu.

“Jika sutradara terus membuat film seperti ini, saya yakin akan banyak perubahan di dalam masyarakat. Film bisa membawa dampak besar pada masyarakat, tidak seperti puisi atau artikel yang hanya bisa dimengerti oleh orang berpendidikan. Orang berpendidikan atau tidak, bisa belajar banyak lewat film.”

Tiga tahun lalu Amnesty International menetapkan Afghanistan sebagai tempat paling berbahaya bagi perempuan. Simak penjelasannya di sini.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending