Bagikan:

Dari Pekerja Seks Menjadi Pahlawan Anti-perdagangan Manusia

Charimaya Tamang baru berusia 16 tahun saat dikirim ke rumah bordil.

INDONESIA

Selasa, 04 Feb 2014 16:02 WIB

Author

Sunil Neupane

Dari Pekerja Seks Menjadi Pahlawan Anti-perdagangan Manusia

Nepal, anti-trafficking, Charimaya Tamang, Shakti Samuha, Sunil Neupane

Perdagangan manusia di Nepal sudah lama menjadi masalah besar.

Sekitar 15 orang sedang sibuk di kantor Shakti Samuha, sebuah LSM yang dikelola para bekas pekerja seks. Lewat organisasi ini mereka memerangi perdagangan manusia.

Mereka sedang mendiskusikan program berikutnya dan dipimpin Presiden LSM Sunita Danuwar.

“Kami memfokuskan diri untuk meningkatkan kesadaran terhadap perdagangan manusia. Dan kami juga membuat rumah aman yang memberi perlindungan bagi para korban yang tidak bisa kembali ke rumaha atau desanya.”

Sunita dijual untuk menjadi pekerja seks di Kamatapur, sebuah kawasan lokalisasi terkenal di India. 

“Kami mendirikan LSM ini dengan harapan tidak ada gadis lain yang mengalami hal serupa. Sekarang kami bisa katakan kalau LSM ini adalah organisasi anti perdagangan manusia pertama yang dijalankan para korban.”

Charimaya Tamang, sang pendiri Shakti Samuha baru berusia 16 tahun saat dikirim ke rumah bordil yang sama.

Ia berada di sana selama hampir dua tahun sebelum pemerintah India menyelamatkannya bersama 200 perempuan Nepal lainnya.

“Saya masih ingat tanggalnya ...5 Februari 1996, ketika tiba-tiba polisi datang ke rumah bordil kami. Saya sedang makan siang ketika mereka membawa saya ke kantor polisi. Saya sangat ketakutan. Tapi hari itu membawa cahaya dalam hidup saya.”

Setelah kembali ke Nepal, Charimaya mendirikan sebuah LSM yang berjuang memerangi perdagangan manusia dan dibantu 15 koban lainnya.

“Saat itu, tidak ada yang siap menerima kami. Itu sebabnya kami putuskan untuk bersatu. Kami menangis bersama saat berada di rumah bordil itu. Sekarang kami ingin mengubah air mata itu menjadi kekuatan.”

Tapi awalnya tidak berjalan dengan mudah kenang Sunita.

“Awalnya kami menghadapi banyak tantangan. Kami bahkan tidak bisa menceritakan pengalaman kami. Tapi sekarang masyarakat menerima kami dan pemerintah mengakui kami.”

Pertama-tama, Charimaya melaporkan tindak pidana yang dilakukan tetangganya yang menculik dia.

Hasilnya empat orang dipenjara selama 10 tahun.

Lau ia mendirikan Shakti Samuha untuk membantu perempuan lain yang berada dalam situasi yang sama.



“Kami tidak hanya memberi dukungan moral tapi juga bantuan hukum bagi para korban. Setelah menerima dukungan kami, beberapa korban melaporkan para pelaku perdagangan orang. Kami menjalankan dua rumah aman bagi korban sehingga mereka bisa tinggal di sana dalam jangka pendek. Tapi ini tidak cukup. Kami butuh lebih banyak dana untuk mendukung para korban dalam jangka panjang. Pemerintah memang memberikan bantuan tapi itu tidak cukup.”

Charimaya dan kelompoknya terus meraih penghargaan dari dalam maupun luar negeri.

Ia menerima penghargaan pertamanya pada 2007 dari pemerintah Nepal.

Dan tahun lalu, mereka meraih penghargaan bergengsi Ramon Magsaysay karena memerangi penyelundupan manusia dan perdagangan perempuan di Nepal.

“Saat kami diselamatkan dari rumah bordil dan kembali ke negara ini, pemerintah menolak menerima kami. Tapi sekarang pemerintah menghormati kami. Sekarang kami dipuji masyarakat di dalam dan luar negeri. Ini memberi kami kekuatan untuk bekerja lebih keras.”

Tidak ada data pasti berapa jumlah korban perdagangan manusia di Nepal.

Tapi banyak LSM mengklaim ada sekitar lima ribu perempuan yang diperdagangkan dari Nepal setiap tahun.

“Saat saya berada 22 bulan berada di rumah bordil, setiap bulan ada banyak orang Nepal yang dibawa ke sana. Ada yang janda dan ada yang baru berusia 10 tahun. Saya memutuskan untuk mengisi hidup saya dengan meningkatkan kesadaran soal perdagangan perempuan asal Nepal. Karena di desa saya, ada praktik mengirim anak perempuan ke India untuk mencari uang.”

Charimya yakin ini adalah perjuangan jangka panjang.

“Kami dan pemerintah mencoba untuk meningkatkan kesadaran. Tapi butuh lebih banyak usaha untuk mengontrol masalah ini.”



Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending