Ferdinand Marcos meninggal di pengasingan pada 1989.
Dia punya simpanan triliunan rupiah di luar negeri, hasil penyelewangan yang dilakukannya, sanak saudara dan kroni-kroninya.
Pada 2002, pemerintah Swiss mentransfer lebih dari 7 triliun rupiah ke Bank Nasional Filipina atau PNB.
Di bawah perjanjian wasiat yang disimpan oleh pihak ketiga, PNB menginvestasikan sebagian uang itu di bank Jerman, WestLB, cabang Singapura.
Pada tahun 2004, PNB menyerahkan dana tersebut kepada pemerintah Filipina.
Namun sekitar 280 miliar rupiah masih berada di Singapura. Dana inilah yang diperebut beberapa pihak.
Pengadilan Banding Singapura memperkuat keputusan yang menyatakan uang sebesar 280 miliar rupiah itu milik Bank Nasional Filipina.
Salah satu pemohon adalah SELDA, sebuah kelompok yang terdiri dari para bekas tahanan yang menentang penahanan dan penangkapan. Lembaga ini mewakili ribuan korban rezim Marcos.
Ketua SELDA Marie Hilao-Enriquez mengaku kecewa.
“Kami tidak menerima keputusan pengadilan Singapura itu karena keputusan itu tidak bisa memberi kompensasi pada pemerintah Filipina maupun para korban pelanggaran hak asasi manusia. Harta itu hasil jarahan Marcos.”
Komisi presiden untuk pemerintahan yang bersih bertugas untuk mengembalikan uang tersebut dan merupakan salah satu pihak pemohon di pengadilan.
Ketua komisi itu Andres Bautista mengatakan sebagai pemohon dalam kasus ini, para korban hak asasi manusia ingin keputusan itu dicabut.
Dia yakin bisa mengambil kembali semua uang itu mesti pengadilan menyatakan itu milik PNB.
“Kami melihat perkembangan ini sebagai sesuatu yang positif. Pemilik uang ini sebenarnya adalah pemerintah karena PNB menandatangani surat wasiat dengan pemerintah pada 1990-an, dimana bank itu bertindak sebagai wakil akun tersebut.”
Sekarang PNB sudah dinyatakan sebagai pemilik sah uang itu.
Butuh berapa lama uang itu bisa dikembalikan ke kas negara Filipina? Dan bisakah uang itu dimanfaatkan untuk para korban atau untuk program reformasi lahan?
“Yah semoga secepatnya. Uang itu sudah berada di sana bertahun-tahun dan kami berharap tida ada lagi banding atau upaya hukum lainnya yang bisa mencegah pengembalian uang tersebut ke kas negara Filipina.”
Dan masalah yang masih menggantung adalah soal pembayaran kompensasi bagi para korban, sementara dewan pengajuan kompensasi belum dibentuk.
Apakah Anda mendukung proses itu segera dilaksanakan?
“Komisi presiden untuk pemerintahan yang bersih di bawah pemerintahan Aquino yakini menjadi lembaga kunci untuk mendorong meloloskan undang-undang kompensasi bagi korban pelanggaran HAM.”
Kampanye soal ini sudah berlangsung beberapa dekade.
Tapi baru Februari tahun lalu Presiden Benigno Aquino menandatangani UU yang akan memungkinkan pemberian kompensasi bagi para korban pelanggaran HAM semasa Marcos berkuasa.
Marie Hilao-Enriquez mengatakan Pemerintah tak bisa lagi menunda pembentukan dewan untuk memproses klaim kompensasi.
“Kami kecewa karena kami tahu itu sudah ditandatangani setahun yang lalu tapi belum dijalankan. Jadi kami mendesak Presiden Aquino untuk benar-benar memikirkan soal pembentukan dewan klaim sehingga hukum bisa segera dilaksanakan. Dan uang itu bisa segera dibagikan kepada ratusan ribu korban Marcos, terutama mereka yang sakit-sakitan dan sekarat.”
Pemerintah Filipina Yakin Dapatkan Lagi Uang Marcos
Pengadilan Banding Singapura menyatakan uang sebesar 280 miliar rupiah dari harta almarhum diktator Ferdinand Marcos merupakan milik Bank Nasional Filipina.

INDONESIA
Sabtu, 11 Jan 2014 15:01 WIB

Filipina, Bank Nasional Filipina, harta Marcos, SELDA, Karon Snowdon Radio Australia
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai