KBR, Jakarta - Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) mendorong perbaikan strategi mitigasi bencana alam. Hal ini menanggapi bencana alam khususnya bencana hidrometeorologi yang marak terjadi di berbagai daerah di tanah air belakangan ini. Ketua Umum MPBI, Avianto Amri mengatakan saat ini pemerintah masih fokus pada bencana namun kurang mengedukasi masyarakat.
"Padahal itu harus berbarengan. Misalnya persiapan tanggul, pembersihan kali, sungai, dan seterusnya. Tapi kalau warganya tidak siap siaga, nggak tahu kapan dia harus siap untuk evakuasi, apa yang harus dilakukan, siap siaga itu seperti apa, atau tempat pengungsian yang aman itu ada dimana, jalurnya kemana. Hal-hal seperti itu yang perlu disiapkan. Itu kayak kasih obat tapi bukan upaya pencegahan," jelas pria yang akrab disapa Anto itu dalam wawancara dengan KBR pada Kamis (14/3).
Padahal, lanjut Anto, negara kita memang rentan terhadap cuaca ekstrem dan masyarakat seharusnya sudah mempersiapkan diri untuk tanggap bencana.
"Ini seperti new normal ya seperti di jaman Covid waktu pakai masker, jaga jarak, cuci tangan. Nah, kalau new normal kita terhadap cuaca ekstrem ya kalau hujan terus menerus dan saking intensnya saluran meluap. Seperti angin kencang di Bandung misalnya. Ini menyangkut hidup kita ya kalau kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Kita harus bisa kenali apa ancamannya dan kurangi risikonya," kata dia.
Baca juga:
- Bencana Terus Makan Korban, Perlu Sosialisasi dan Edukasi Tiada Henti
- Harapan Penyintas Bencana Likuifaksi Palu 2018 pada Pemimpin Terpilih Pemilu 2024
Selain itu, salah satu penyebab fenomena hidrometeorologi adalah hilangnya area resapan air. Anto menjelaskan bila tingginya intensitas banjir sejalan dengan masifnya pembangunan infrastruktur. Dan juga, area permukiman yang minim titik resapan air. Aktifitas manusia, kata dia, memperburuk kerusakan lingkungan dan dampak bencana hidrometeorologi.
"Emang paling gampang menyalahkan alam. Tapi, menggundulkan hutan bukan alam, ya. Tiba-tiba ada jalan tol ternyata akhirnya memangkas daya serap air ya bukan (salah) alam juga. Jadi, ini ulah manusia. Jelas, lah. Percuma saja kalau kita menyalahkan alam, tapi kita harus melihat apa yang bisa kita lakukan," pungkasnya.
Oleh karena itu, Anto juga mengajak masyarakat untuk mitigasi diri ketika terjadi bencana. Ada beberapa hal penting yang perlu dipersiapkan antara lain dokumen penting, perlengkapan siap siaga, nomor kontak darurat, serta jalur dan tempat evakuasi. Termasuk kesiapan secara mental.
"Kelompok atau keluarga yang mempunyai rencana siap siaga tertulis itu jauh lebih tenang dibandingkan orang yang hanya hapal doang. Simpel tapi secara scientifically proven. Banyak juga kelompok siaga bencana sekarang, coba ikuti latihan-latihannya. Ketiga ya ikuti akun sosmed yang relevan ya seperti BMKG, BNPB, jadi nggak akun gosip doang," pungkasnya.
Simak bahasan selengkapnya di FOMO Sapiens pekan ini bersama Eky Priyagung dan Aika. Akan ada juga bahasan menarik soal pro kontra Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Lainnya, obrolan soal aturan baru pemerintah soal pembatasan jumlah barang bawaan bagi para pelaku perjalanan dari luar negeri.
*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id