Bagikan:

Penghargaan Dikembalikan, Simbol Hilangnya Kepercayaan

Tiga pejuang lingkungan berencana mengembalikan penghargaan Wana Lestari dan Kalpataru yang pernah mereka terima kepada pemerintah, Selasa (3/9) besok. Mereka adalah Marandus Sirait dari Kabupaten Samosir, Hasoloan Manik Kabupaten Dairi dan Wilmar Eliaser

EDITORIAL

Senin, 02 Sep 2013 09:38 WIB

Author

KBR68H

Penghargaan Dikembalikan, Simbol Hilangnya Kepercayaan

lingkungan, toba award, samosir, Marandus Sirait, Hasoloan Manik

Tiga pejuang lingkungan berencana mengembalikan penghargaan Wana Lestari dan Kalpataru yang pernah mereka terima kepada pemerintah, Selasa (3/9) besok. Mereka adalah Marandus Sirait dari Kabupaten Samosir, Hasoloan Manik Kabupaten Dairi dan Wilmar Eliaser Simandjorang dari Kabupaten Toba Samosir. Mereka semua tinggal di daerah sekitar Danau Toba, kawasan yang dulu dikenal indah di Provinsi Sumatera Utara. Sebelumnya, pada Agustus lalu, Sirait dan Simandjorang telah mengembalikan penghargaan Danau Toba Award kepada Gubernur Sumut.

Alasan utama pengembalian penghargaan itu adalah kekecewaan mendalam karena baik pemerintah daerah maupun pusat tak hirau dengan kerusakan lingkungan yan terjadi secara masif di kawasaan Danau Toba. Upaya para pejuang lingkungan menyelamatkan hutan seluas lebih dari 4 ribu hektar di sana terasa sia--sia karena pemerintah justru memberikan konsesi pengelolaan hutan kepada swasta. Ini belum ditambah dengan penebangan liar tanpa izin yang dilakukan sebagian warga yang berlangsung bebas tanpa hambatan dari aparat keamanan.

Akibatnya pohon-pohon di kawasan hutan yang seharusnya dilindungi justru ditebangi, kayu--kayunya diiangkut dan hutan menjadi gundul. Tak heran ekosistem 15 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menngalir di tiga kabupaten sekitar Danau Toba pun menjadi rusak. Longsor dan banjir pada musim hujan dan kekeringan di musim kemarau adalah bencana ekologis yang kini menjadi ancaman nyata bagi masyarakat di sekitar danau.

Para pejuang lingkungan yang berusaha mencegah pengruskan hutan justru mendapat ancaman pembunuhan. Upaya mereka menyelamatkan lingkungan dari kerusakan yang lebih parah tak mendapatkan perlindungan memadai dari negara. Laporan mereka, baik ke pejabat daerah maupun pusat, tak memperoleh sambutan. Mereka dibiarkan sendirian, kesepian, dan kelelahan.

Ya, Marandus Sirait, Hasoloan Manik, dan Wilmar Eliaser Simandjorang mungkin memang sudah kelelahan. Tangan, pikiran, tenaga mereka amat terbatas untuk membendung dan melawan komplotan perusak lingkungan ini. Uang yang mengalir dari kayu-kayu yang ditebang dan hutan yang dirusak terlalu besar untuk ditahan hanya dengan modal semangat dan idealisme. Mereka bukanlah sosok superhero seperti kisah di dalam komik yang sanggup melawan kekuatan jahat dengan tenaga supersakti. Mereka orang-orang biasa yang juga mengenal rasa takut dan kecewa.

Maka rencana mereka untuk mengembalikan penghargaan Wana Lestari dan Kalpataru adalah sebesar-besarnya rasa kecewa yang sudah tak mampu mereka tanggung. Karena bahkan seorang pejuang pun sah untuk merasa lelah, kecewa dan mungkin marah. Bagaimana tidak jika jargon penyelamatan hutan dan lingkungan hanya berhenti pada naskah pidato dan billboard besar di pinggir jalan? Bagaimana tidak lelah, kecewa, dan marah jika kebijakan penyelamatan lingkungan hanya membeku sebagai kertas undang-undang dan peraturan pemerintah?

Rencana Marandus, Hasoloan, dan Wilmar untuk mengembalikan penghargaan dari negara adalah sebuah tamparan keras kepada pemerintah, mulai dari Presiden, Gubernur hingga Bupati yang tak mampu menjalankan mandat untuk merawat lingkungan. Tiga pejuang lingkungan yang kelelahan ini sungguh mewakili kelelahan kita sebagai warga negara yang merindukan satunya kata dan perbuatan dari para penyelenggara negara.

Para pejuang lingkungan ini tak akan bisa bertemu SBY besok karena Presiden sedang berada di luar negeri. Tapi itu tak penting. Pengembalian penghargaan adalah simbol hilangnya kepercayaan kepada pemberi penghargaan. Dan itu sudah cukup.       

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending