Ketegangan politik di Mesir antara pendukung Presiden terguling Muhammad Mursi dengan pemerintah yang berkuasa terus memanas. Rabu lalu, pasukan gabungan militer dan polisi antihuru-hara membubarkan paksa aksi unjuk rasa pendukung Mursi di dua tempat yaitu di Distrik Nasr City dan Lapangan En-Nahda.
Tidak tanggung-tanggung, pasukan militer dan polisi melepaskan tembakan membabi buta ke arah demonstran tersebut. Korban pun berjatuhan. BBC melaporkan, korban tewas akibat aksi pembantaian tersebut berjumlah 525 orang. Namun, Ikhwanul Muslimin yang merupakan kelompok pendukung Mursi mengklaim, jumlah korban yang tewas bisa mencapai angka 2.000.
Sementara pemerintah setempat menyatakan, jumlah korban yang tewas hanya 137 orang. Masih belum bisa dipastikan laporan mana yang paling tepat seputar jumlah korban yang tewas. Yang pasti, hampir sebagian besar korban tewas adalah warga sipil, polisi dan juga wartawan yang tengah meliput di Kairo.
Situasi politik di Mesir semakin panas setelah militer menggulingkan Presiden Mursi dari jabatannya pada 3 Juli lalu. Sejak itu, para pendukung Mursi terus melakukan aksi unjuk rasa. Mereka menuntut militer mengembalikan tampuk kekuasaan kepaa Mursi. Tuntutan yang sudah pasti ditolak mentah-mentah oleh militer.
Apa yang terjadi di Mesir pada Rabu lalu sudah bisa dikategorikan pembantaian massal. Militer yang menggunakan senjata melepaskan tembakan ke arah demonstran yang sama sekali tidak membawa senjata tajam. Tindakan dengan menggunakan kekerasan tersebut otomatis menggagalkan upaya mencari solusi konflik politik di Mesir melalui cara damai.
Dunia internasional mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan militer Mesir kepada demonstran. Sekjen PBB Ban Ki Moon menilai, dua belah pihak yang bertikai seharusnya mengambil langkah damai untuk menghadirkan demokrasi di negeri itu. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry juga mengutuk aksi kekerasan tersebut.
Perdana Menteri Turki Recep Tayyip meminta Dewan Keamanan PBB segera rapat untuk membahas langkah yang harus diambil dalam menghentikan pembantaian terhadap warga sipil di Mesir. Kekerasan, dalam konflik di mana pun, bukanlah solusi terbaik. Kekerasan apalagi dengan menggunakan senjata hanya akan menimbulkan korban tanpa menyelesaikan inti permasalahan.
Perang Iran-Irak pada dekade 80-an sampai Afghanistan dengan kelompok Taliban sudah menjadi bukti, menyelesaikan konflik dengan kekerasan bersenjata hanya menimbulkan zero sum games alias tidak ada pemenang.
Perdana Menteri interim Mesir Hazen Beblawi mendukung tindakan militer yang membubarkan demonstran dengan menggunakan senjata. Alasannya, tindakan itu diambil untuk mengembalikan keamanan di Mesir. Kini, Mesir memberlakukan status darurat selama satu bulan. Kita berharap, tidak ada lagi korban yang berjatuhan karena konflik politik di Mesir. Meja perundingan adalah sarana yang paling ideal bagi Ikhwanul Muslimin dan militer yang berkuasa untuk mencari solusi melalui jalan damai.
Hentikan Pembantaian Warga Sipil di Mesir
Ketegangan politik di Mesir antara pendukung Presiden terguling Muhammad Mursi dengan pemerintah yang berkuasa terus memanas. Rabu lalu, pasukan gabungan militer dan polisi antihuru-hara membubarkan paksa aksi unjuk rasa pendukung Mursi di dua tempat yait

EDITORIAL
Kamis, 15 Agus 2013 22:03 WIB


ikhwabul muslimin, mesir, pembantaian warga sipil, konflik politik
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai