Bagikan:

Darurat Penjara Kita

KBR68H- Terbongkarnya pabrik narkoba di penjara Cipinang, Jakarta Timur benar-benar sangat memalukan.

EDITORIAL

Jumat, 09 Agus 2013 08:07 WIB

Author

KBR68H

Darurat Penjara Kita

darurat penjara, narkoba, cipinang

KBR68H- Terbongkarnya pabrik narkoba di penjara Cipinang, Jakarta Timur  benar-benar sangat memalukan.  Dari penggerebekan Selasa lalu, ditemukan barang-barang yang diduga prekursor atau bahan pembuat narkoba jenis sabu-sabu. Sungguh sangat tidak masuk akal, lapas tempat untuk memenjarakan para pelaku kriminal justru menjadi tempat yang nyaman melakukan kejahatan.

Temuan "pabrik narkoba" di dalam penjara Cipinang itu terjadi tak berselang lama dengan terbongkarnya skandal gembong narkoba Freddy Budiman yang mendapatkan kemewahan dari balik jeruji.  Tak hanya mendapatkan fasilitas khusus, terpidana hukuman mati itu juga masih leluasa mengatur peredaran narkoba. Kasus ini berujung pada pencopotan Kepala Lapas Cipinang  Thurman Hutapea.

Sungguh kita tersentak, karena narkoba masih diproduksi di penjara yang sama.  Dengan bahasa apa lagi kita menggambarkan kebobrokan penjara di negeri ini. 

Ini mengingatkan pada pengakuan seorang terpidana asal Inggris, Rachel Dougall yang dikurung di penjara Kerobokan, Bali. Dia secara terang-terangan membongkar buruknya kondisi lapas.  Dalam  salah satu ceritanya, Rachel  mengkritik pemerintah Indonesia yang dinilainya sangat munafik. Satu sisi menembak mati terpidana kasus narkoba, tapi di sisi lain narkoba dapat digunakan bebas di penjara.  

Pengakuan Rachel Dougall itu terbukti dengan temuan pabrik narkoba di Cipinang, Selasa lalu.  Mafia hukum sudah menggurita di Lapas, karena petugas turut bermain di dalamnya. Sehingga tak heran, jika narkoba bisa bebas beredar.

Kenapa kejahatan begitu terorganisir di penjara dan negara dibuat tak berdaya?  Uang menjadi sangat berkuasa, karena apapun bisa ditransaksi di  sel. Asal ada uang maka semua beres. Tahanan berduit bisa membuat petugas tak berkutik. Maka tak hanya tahanan narkoba saja yang bisa menjadi "penguasa", para koruptor juga mampu mengendalikan petugas dengan duit. Tentu kita belum lupa dengan kasus Gayus Tambunan yang asyik menonton tenis di Bali atau fasilitas mewah yang dinikmati Artalyta Suryani.
 
Lalu kenapa skandal demi skandal di penjara yang terbongkar, tak juga mampu membenahi kebobrokan penjara? Kementerian Hukum dan HAM berdalih  minimnya petugas dan kelebihan napi menjadi biang masalah. 

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana menyatakan sekarang tingkat hunian penjara  angkanya sekitar 162 ribu. Padahal seharunya hanya mampu menampung  sekitar 105 ribu  napi saja. Kelebihan itu menyebabkan turunan-turunan masalah yang lain seperti tidak nyaman, keamanan berkurang, fasilitas air dan listrik yang minim, juga praktik suap merajalela.

Namun, untuk membangun lapas baru dan menambah personil, membutuhkan waktu lama.  Harus ada langkah luar biasa  yang dilakukan pemerintah dalam membereskan penjara.  Yang terpenting saat ini adalah pengawasan secara ketat apa yang terjadi di dalam penjara. Dan itu tak bisa hanya dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM saja.  Aparat keamanan seperti polisi dan BNN, misalnya, harus mendapatkan kemudahan untuk menembus penjara. Sehingga fungsi kontrol juga dilakukan pihak lain.

Inspeksi mendadak perlu rutin digelar. Tapi lakukan dengan benar. Bukan diam-diam membocorkan.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending