Bagikan:

Mengaudit Lembaga Survei Abal-abal

Begitu pula hitung cepat atau quick count. Meski tak meliputi seluruh populasi, tapi karena dikerjakan dengan metode sampling yang tepat dengan mempertimbangan berbagai variable sosial, kita sebetulnya tak perlu ragu dengan hasilnya.

EDITORIAL

Minggu, 13 Jul 2014 21:49 WIB

Author

KBR

Mengaudit Lembaga Survei Abal-abal

Lembaga Survei Abal-abal, audit lembaga survei, Jokowi-JK menang, Prabowo-Hatta kalah

To give victory to the right, not bloody bullets, but peaceful ballots only, are necessary ~ Abraham Lincoln


Klaim atas kemenangan tak kunjung usai. Perang urat syaraf terus berlanjut. Dan tampaknya kita tak bisa menghindar total dari lalu lintas kacau pertempuran informasi dari masing-masing kubu pasangan kandidat pemilu presiden.

Ya, KPU sudah mematok tanggal 22 Juli sebagai hari penentuan, siapa bakal menang dan siapa akan kalah. Pada hari itu, seluruh suara yang berjumlah 190 juta lebih dari segenap pelosok negeri akan selesai dihitung. Sebagian, mungkin sekitar 20%, barangkali tak masuk hitungan. Entah karena memang sengaja tak mau mencoblos atau sebab-sebab lain.

Tapi  waktu menuju 22 Juli terasa begitu lama, padahal sebagian orang sudah yakin siapa pemenangnya. Keyakinan ini bukan tanpa dasar. Ilmu pengetahuan sudah sedemikian maju, termasuk ilmu statistik. Sepanjang metodologi hitung cepat dilakukan secara tepat, disiplin, tanpa intervensi dengan alasan apa pun, akurasi atau ketepatan hitung cepat akan tak jauh berbeda dengan hitungan riil yang dilakukan KPU.

Karena faktor akurasi ini pula, berbagai lembaga dan korporasi, acap menyewa lembaga survei untuk berbagai kepentingan. Pemasaran produk, misalnya, akan jauh lebih efektif dan efisien kalau ada survei pendahuluan. Begitu pula sebuah kebijakan publik akan lebih mantap dibuat kalau ada survei ilmiah yang menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan. Pendeknya, riset lapangan adalah hal wajib bagi siapa pun yang ingin usahanya berhasil.

Begitu pula hitung cepat atau quick count. Meski tak meliputi seluruh populasi, tapi karena dikerjakan dengan metode sampling yang tepat dengan mempertimbangan berbagai variable sosial, kita sebetulnya tak perlu ragu dengan hasilnya. Kecuali, ya kecuali, kalau pengerjaan hitung cepat itu dilakukan hanya demi menyenangkan sang pemesan, maka hasilnya bisa meleset dari kenyataan.

Itu sebab kita bisa melihat perbedaan yang kontras antara lembaga-lembaga survei yang memenangkan Jokowi-JK dengan lembaga-lembaga yang memenangkan Prabowo-Hatta. Audit atas data-data mentah dan metodologi yang dipakai masing-masing lembaga survei akan bisa membuka kedok lembaga survei yang abal-abal.

Karena itu, upaya Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) untuk melakukan audit lembaga survei patut didukung. Masyarakat tak boleh dibuat bingung hanya karena ada lembaga survei yang bermain dengan angka-angka fiktif.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending