Bagikan:

Sikap Politik PKS Aneh

Pertanyaan sederhana saja: bagaimana mungkin dua menteri asal PKS ini bisa menjalankan tugas yang diberikan Presiden dengan baik, sementara partai asalnya jelas-jelas menentang kebijakan Presiden? Jelas Tifatul Sembiring dan Suswono berada dalam posisi ya

EDITORIAL

Senin, 03 Jun 2013 06:06 WIB

Author

KBR68H

Sikap Politik PKS Aneh

PKS, kenaikan BBM, Lutfi Hasan Ishaaq, Fathanah

Sepekan belakangan marak spanduk penolakan rencana kenaikan harga BBM non subsidi. “Jangan Bebani Rakyat”, begitu antara lain bunyi spanduk. Tak hanya di Jakarta, spanduk serupa juga tersebar di beberapa kota lain. Pembuatnya jelas, Partai Keadilan Sejahtera alias PKS, salah satu partai yang tergabung dalam koalisi partai pendukung pemerintah.

Dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, tiga menteri berasal dari PKS. Yakni Menteri Pertanian Suswono, Menteri Sosial Salin Segaf Al Jufri dan Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring. Dalam Instruksi Presiden tentang Sosialisasi Kebijakan Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak yang dikeluarkan 8 Mei lalu, dua kementerian yang dipimpin kader PKS berada dalam jajaran tim yang dipimpin Wakil Presiden. Dua kementerian itu adalah Kementerian Sosial dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Pertanyaan sederhana saja: bagaimana mungkin dua menteri asal PKS ini bisa menjalankan tugas yang diberikan Presiden dengan baik, sementara partai asalnya jelas-jelas menentang kebijakan Presiden? Jelas Tifatul Sembiring dan Suswono berada dalam posisi yang serba salah. Di satu sisi sebagai pembantu presiden, mereka harus menjalankan tugas dari atasan sebaik-baiknya. Di sisi lain, sebagai kader partai, mereka pun harus tunduk pada garis kebijakan partai. PKS sudah jelas-jelas menolak rencana penaikan harga BBM, apa yang bisa diperbuat Suswono dan Tifatul?

Masalah kedua, meski berada dalam barisan partai koalisi dan menempatkan kadernya di dalam jajaran pemerintahan, PKS ingin menunjukkan bahwa partai mereka berbeda dengan partai penguasa. Berada dalam satu koalisi, tak berarti mereka harus seiring dan sejalan. Kira-kira begitulah kesan yang ingin dibangun partai ini. Simpati publik perlu diraih, lebih-lebih saat ini citra PKS sebagai partai agama begitu babak belur setelah diguncang kasus dugaan suap yang melibatkan pucuk pimpinan partainya.

Kasus yang menimpa bekas Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq, dan drama orang dekatnya, Fathanah, telah menghebohkan publik Indonesia. Skandal politik ini jelas terlalu berbahaya bagi PKS yang selama ini mencitrakan dirinya sebagai partai yang bersih. Padahal tahun depan, seluruh partai politik termasuk PKS harus berebut pengaruh dalam pemilu. Tidak bisa tidak, partai harus menerapkan strategi yang bisa mengembalikan kepercayaan publik  dalam waktu yang cepat. Cara paling gampang adalah memainkan  isu penaikan BBM, karena ini isu populis yang bisa cepat menarik simpati rakyat.

Sebenarnya sah-sah saja PKS menentang kebijakan pemerintah. Masalahnya, apakah sikap mereka sesuai fatsun politik? Ini yang aneh. Menentang kebijakan pemerintah, tapi tak mau menyatakan keluar dari barisan partai koalisi. Menolak rencana penaikan harga BBM, tapi dua menterinya justru terlibat langsung dalam tim sosialisasi.

Hipokrisi inilah yang kita lihat dengan mata telanjang sekarang. Sikap PKS yang mendua ini seakan menegaskan kesan umum kita tentang politisi masa kini yang semakin miskin inspirasi.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending