Indonesia sepertinya sudah menjadi pasar potensial bagi bisnis kedirgantaraan. Ini bias dilihat dari semakin banyaknya perusahaan asing yang bermitra dengan PT Dirgantara Indonesia, BUMN yang khusus memproduksi alutsista.
Pekan lalu, European Aeronautic Defence and Space (EADS), sebuah badan usaha milik Uni Eropa yang bergerak dalam bidang industri dirgantara dan pertahanan, menjalin kerjasama dengan PT DI.
EADS membawahi perusahaan-perusahaan seperti Airbus Industrie yang bergerak di industri pesawat terbang, Eurocopter (industri helikopter), hingga Astrium (industri satelit).
Sebelumnya, PT Dirgantara Indonesia juga sudah menjalin kerjasama dengan Airbus Military untuk memproduksi pesawat angkutan militer CN-295. Pesawat ini tengah gencar dipromosikan pemerintah melalui Kementerian Pertahanan ke sejumlah negara Asia Tenggara.
Dalam roadshow yang dilakukan bulan lalu, lima dari enam negara ASEAN yang dikunjungi sudah menyatakan minatnya untuk membeli pesawat CN-295. Lima negara itu adalah Filipina, Burma, Vietnam, Thailand dan Malaysia. Thailand merupakan salah satu pelanggan tetap PT Dirgantara Indonesia. Negara itu mengoperasikan sejumlah pesawat produksi industri penerbangan Indonesia, terutama untuk mendukung industri pertanian mereka.
Bukan itu saja, Filipina, Malaysia dan juga Vietnam juga menggunakan pesawat CN-235 buatan PT DI. Ekspor alutsista buatan dalam negeri bukan hanya dialami PT Dirgantara Indonesia. PT Pindad juga sudah bisa menjual panser buatan mereka yang dikenal dengan nama Panser Anoa. Panser buatan Bandung ini mendukung kontingen Indonesia yang bertugas sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB di Libanon.
Malaysia sudah memesan 32 panser buatan Indonesia ini. Begitu juga dengan Kerajaan Oman. Panser Anoa juga sudah digunakan TNI untuk memenuhi kebutuhan alutsistanya. Pada 2008, TNI memesan 154 buah panser Anoa berbagai tipe. Tahun berikutnya, TNI memesan 11 panser Anoa dan tahun 2012 TNI memesan 61 unit. Panser Anoa dan CN- 235 merupakan produk alutsista dalam negeri yang paling banyak dipesan oleh negara lain.
Komite Kebijakan Industri Pertahanan yang dibentuk pada 2010 lalu memperkirakan, Indonesia bisa menjadi negara produsen alutsista yang disegani di dunia pada 2028. Langkah menuju ke sana sudah mulai dirintis melalui kerjasama dengan Korea Selatan. Kerjasama itu akan memungkinkan Indonesia membuat pesawat tempur sendiri.
Saat ini, PT Dirgantara Indonesia bersama Airbus Military tengah gencar mempromosikan CN-295, pesawat angkut militer yang bisa membawa 70 personil. Harga jualnya jauh lebih murah dibandingkan dengan pesawat tipe yang sama buatan Italia. Apabila dibandingkan dengan pesawat Hercules, harga CN-295 1 berbanding 4. Artinya, harga satu pesawat Hercules sama dengan empat pesawat CN-295.
Ketika industri pertahanan di sejumlah negara di Eropa mulai merosot, akhir tahun lalu PT Dirgantara Indonesia bisa meraup laba. Untuk kali pertama sejak didirikan pada 1985, PT DI bisa meraih laba. Melihat gejala ini, bukan hal yang mustahil, Indonesia tidak lagi mengimpor alutsista dan menggunakan 100 persen alutsista buatan lokal di masa yang akan datang.
Percaya Diri dengan Alutsista Buatan Lokal
Indonesia sepertinya sudah menjadi pasar potensial bagi bisnis kedirgantaraan. Ini bias dilihat dari semakin banyaknya perusahaan asing yang bermitra dengan PT Dirgantara Indonesia, BUMN yang khusus memproduksi alutsista.

EDITORIAL
Kamis, 13 Jun 2013 09:44 WIB

alutsista, CN-235, airbus military
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai