Rasa malu kita sebagai bangsa berhadapan dengan negara tetangga mungkin kini telah pudar. Ini tergambar jelas dari pekatnya kabut asap yang kita “ekspor” ke negara tetangga Malaysia dan Singapura. Seperti setiap tahun sebelumnya, kedua negara itu kembali memprotes “hadiah” yang tak mereka harap.
Sejak pekan lalu, kabut asap asal Pulau Sumatera seperti Provinsi Riau, Jambi dan Sumatera Selatan, telah mengganggu penerbangan dan aktivitas warga setempat. Tak hanya itu, asap juga mengganggu aktivitas warga negara tetangga; Singapura dan Malaysia. Pemerintah Singapura malah telah memperingatkan warganya untuk menghindari aktivitas fisik di luar ruangan, khususnya penderita jantung dan paru-paru. Sebab, asap mengganggu pernafasan dan jarak pandang, serta membuat mata perih.
Sementara di Malaysia, sejumlah negara bagian seperti Pahang, Terengganu dan Malaka juga mendapat “kiriman” kabut asap. Departemen Lingkungan Hidup Malaysia mengungkap, kabut asap membuat kualitas udara mencapai tingkat tidak sehat di lokasi itu.
Kabut asap seperti ini bukan kali pertama, malah terjadi setiap tahun. Tahun ini, kabut asap yang menghampiri Singapura malah lebih parah. Awal pekan ini, Indeks Standar Polusi (PSI) di negara itu tercatat mencapai angka 155, jauh di atas batas sehat 100. Data ini menunjukkan tingkat polusi tertinggi sejak 16 tahun lalu yakni 1997. Saat itu, selain di Singapura dan Malaysia, kabut asap juga merambah Brunei dan selatan Filipina.
Pemerintah Singapura dan Malaysia telah mendesak pemerintah Indonesia untuk serius memerangi kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap itu. Namun, seperti tahun-tahun silam, belum ada upaya serius dan optimal pemerintah daerah bersama pemerintah pusat untuk mengatasi masalah tersebut. Hingga hari ini pun kabut asap masih melintas batas ke kedua negara itu.
Indonesia, melalui Kementerian Kehutanan hanya bisa menuding jika pengusaha sawit asal Singapura dan Malaysia yang memiliki perusahaan di Indonesia ikut andil dalam kebakaran hutan. Sebab, mereka juga ikut membakar lahan sebagai metode pembersihan yang murah.
Memang, selain akibat kemarau, kabut asap muncul dari pembakaran lahan kelapa sawit jelang memasuki fase tanam. Namun, tudingan kepada negara tetangga yang menjadi korban asap itu seperti menunjukkan ketidakpercayaan diri bahkan kebodohan pemerintah dalam menangani masalah asap.
Kita berpendapat, sudah saatnya para pemangku kepentingan baik di daerah dan pemerintah pusat bersinergi menuntaskan masalah ini. Tindakan mendesak harus segera dilakukan. Sementara, rencana aksi jangka panjang secara komprehensif harus dibuat. Sebab, himbauan pada perusahaan untuk tidak membakar lahan tidak cukup. Penegakan hukum secara tegas mutlak menjadi acuan. Kalau perlu, cabut ijin usahanya. Kebebalan tak perlu dipelihara terus-menerus!
Kabut Asap dan Rasa Malu Bangsa
Rasa malu kita sebagai bangsa berhadapan dengan negara tetangga mungkin kini telah pudar. Ini tergambar jelas dari pekatnya kabut asap yang kita

EDITORIAL
Kamis, 20 Jun 2013 15:33 WIB


kabut asap, malu
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai