Bagikan:

Anggaran Negara Butuh Koreksi Radikal

Hari ini (17/6) DPR menggelar Rapat Paripurna dengan agenda mengesahkan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RUU APBN-P) 2013.

EDITORIAL

Senin, 17 Jun 2013 10:25 WIB

Author

KBR68H

Anggaran Negara Butuh Koreksi Radikal

anggaran, radikal, ruu apbn, bbm

Hari ini (17/6) DPR menggelar Rapat Paripurna dengan agenda mengesahkan Rancangan Undang-Undang  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RUU APBN-P) 2013. Akhir pekan yang biasanya libur, dipakai Badan Anggaran DPR RI dan pemerintah untuk rapat maraton menyelesaikan berbagai soal yang sebelumnya sudah digodok melalui panitia kerja dan tim khusus RAPBN-P. Sebanyak enam fraksi DPR menyetujui secara bulat RAPBN-P 2013 tapi tiga fraksi menyampaikan keberatan terhadap sejumlah pasal. Tiga fraksi itu berasal dari PDI Perjuangan, PKS dan Gerindra.

Dalam RAPBN-P ini, pendapatan negara dipatok sebesar Rp 1,502 triliun, sedangkan belanja negara sebesar Rp 1,726 triliun. Jadi bakal ada defisit anggaran sebesar Rp 224 triliun atau senilai 2,38 persen dari produk domestik bruto. Pemerintah menyatakan, rancangan anggaran baru ini lebih memberikan sinyal positif bagi perekonomian nasional.

Salah satu isu krusial dalam RAPBN-P ini adalah kebijakan energi, terutama yang berkaitan dengan rencana penaikan harga BBM bersubsidi. Dalam anggaran baru, subsidi BBM diturunkan dari Rp 251 triliun menjadi 199,65 triliun. Sedangkan dana kompensasi bagi warga miskin yang disebut Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dianggarkan sebesar Rp 9,318 triliun. Dana kompensasi ini akan didistribusikan ke sekitar 15,5 juta rumah tangga, masing-masing akan menerima Rp 150 ribu per bulan. Dana kompensasi hanya akan diberikan untuk empat bulan. Pemerintah berencana menaikkan harga BBM jenis premium bersubsidi sebesar Rp 2,000, sedangkan harga solar akan naik seribu rupiah.

Dalih pemerintah menaikkan harga BBM adalah subsidi yang kian membengkak, sekaligus “tak tepat sasaran”. Tapi dari postur RAPBN baru ini, belum tampak koreksi signifikan atas kebijakan yang sebelumnya disebut “tak tepat sasaran” itu. Pengurangan subsidi sudah dilakukan sebesar Rp 52 triliun, tapi dana kompensasi yang diberikan kepada warga miskin kurang dari Rp 10 triliun. Dengan dana kompensasi Rp 600 ribu selama empat bulan, apa yang bisa dilakukan warga miskin menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok dan transportasi?

Pada titik lain, defisit anggaran juga tampak masih terlampau besar, apalagi ternyata alokasinya lebih banyak untuk belanja pegawai. Belanja pegawai yang terlampau besar jelas mengindikasikan birokrasi negara ini masih sangat gemuk. Padahal kinerja birokrasi masih sering dinilai lamban, dan untuk sebagian, korup pula. Tak bisa lain, pemerintah perlu melakukan penghematan besar-besaran untuk pos belanja pegawai ini. Salah satunya melakukan moratorium penerimaan pegawai baru dan membuka kesempatan pensiun dini bagi pegawai lain yang tak produktif.

Apa boleh buat, kita memang butuh minum pil pahit untuk sembuh dari keterpurukan.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending