Bagikan:

Stop! Politisasi dan Komersialisasi Kesehatan

Ratusan dokter dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam Dokter Indonesia Bersatu (DIB) kemarin (Senin, 20/5) menggelar demonstrasi di depan Istana Merdeka.

EDITORIAL

Selasa, 21 Mei 2013 09:08 WIB

Author

KBR68H

Stop! Politisasi dan Komersialisasi Kesehatan

politisasi, komersialisasi, kesehatan

Ratusan dokter dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam Dokter Indonesia Bersatu (DIB) kemarin (Senin, 20/5) menggelar demonstrasi di depan Istana Merdeka. Aksi protes ini bertepatan dengan Hari Bakti Dokter Indonesia. Menurut para pegiatnya DIB adalah sebuah gerakan moral yang  ingin mengembalikan kemuliaan dokter sesuai sumpah profesinya. Tenaga medis tersebut juga memprotes kebijakan kesehatan yang belum menyeluruh dan menyentuh masyarakat.

Presidium DIB, Agung Sapta Adi, mengatakan, pihaknya berharap ada reformasi kesehatan nasional yang berkeadilan. Salah satunya merealisasikan anggaran kesehatan sesuai amanat Undang-Undang Kesehatan.  Idealnya, anggaran kesehatan 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD. Saat ini dana kesehatan bagi masyarakat di APBN baru mencapai 2 persen.

Biaya kesehatan yang mahal seharusnya bisa disiasati kalau ada perencanaan dan alokasi dana dan fasilitas yang tepat sasaran. Cukai rokok, misalnya, seharusnya juga bisa dialokasikan untuk pembiayaan kesehatan sebagai kompensasi dampak rokok bagi kesehatan.

Tuntutan DIB yang lain adalah meminta elit politik menghentikan praktik politisasi kesehatan, seperti program kesehatan gratis bagi warga miskin. Contohnya Kartu Jakarta Sehat atau KJS yang dicanangkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wagub Basuki T Purnama. Kebijakan kesehatan gratis  dinilai  DIB  tidak mendidik pasien.  Sebab masyarakat yang hanya mengalami sakit ringan dan belum layak untuk dibawa ke dokter berlomba-lomba ke puskesmas untuk berobat.

Demonstran menilai kebijakan politik kesehatan yang serampangan akan berdampak terhadap tidak  maksimalnya pelayanan dokter kepada pasien miskin. Karena dokter dipaksa melayani puluhan  pasien dalam 1 hari.  Padahal idealnya dokter memeriksa dan berkonsultasi dengan satu pasien sekitar setengah jam.

Tuntutan dan kritik yang disampaikan para dokter ini ada benarnya. Selayaknya isu kesehatan tidak semata dimanfaatkan para elit untuk kepentingan politik jangka pendek. Isu populis ini biasanya digembar-gemborkan oleh calon kepala daerah sampai presiden saat pemilihan kepala daerah, pemilihan umum sampai pemilihan presiden.

Meski demikan kita  juga menuntut komitmen dari pengelola rumah sakit pemerintah dan swasta termasuk dokter untuk lebih berpihak kepada nasib pasien miskin. Sudah banyak kasus pasien tidak mampu  yang ditolak rumah sakit atau dokter dengan berbagai alasan. Bahkan tak jarang dijumpai kasus pasien papa,  yang meninggal akibat lambatnya penanganan medis. Padahal dokter  diikat sumpah untuk mengabdi kepada kemanusiaan dan tidak mengkomersialisasikan biaya berobat.

Selayaknya isu kesehatan—seperti halnya masalah pendidikan— mendapat perhatian lebih dari pemerintah pusat dan daerah. Karena sektor ini menyangkut kepentingan  orang banyak.  Salah satunya dengan cara meningkatkan anggaran kesehatan di APBN dan APBD.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending