Ratusan dokter dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam Dokter Indonesia Bersatu (DIB) kemarin (Senin, 20/5) menggelar demonstrasi di depan Istana Merdeka. Aksi protes ini bertepatan dengan Hari Bakti Dokter Indonesia. Menurut para pegiatnya DIB adalah sebuah gerakan moral yang ingin mengembalikan kemuliaan dokter sesuai sumpah profesinya. Tenaga medis tersebut juga memprotes kebijakan kesehatan yang belum menyeluruh dan menyentuh masyarakat.
Presidium DIB, Agung Sapta Adi, mengatakan, pihaknya berharap ada reformasi kesehatan nasional yang berkeadilan. Salah satunya merealisasikan anggaran kesehatan sesuai amanat Undang-Undang Kesehatan. Idealnya, anggaran kesehatan 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD. Saat ini dana kesehatan bagi masyarakat di APBN baru mencapai 2 persen.
Biaya kesehatan yang mahal seharusnya bisa disiasati kalau ada perencanaan dan alokasi dana dan fasilitas yang tepat sasaran. Cukai rokok, misalnya, seharusnya juga bisa dialokasikan untuk pembiayaan kesehatan sebagai kompensasi dampak rokok bagi kesehatan.
Tuntutan DIB yang lain adalah meminta elit politik menghentikan praktik politisasi kesehatan, seperti program kesehatan gratis bagi warga miskin. Contohnya Kartu Jakarta Sehat atau KJS yang dicanangkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wagub Basuki T Purnama. Kebijakan kesehatan gratis dinilai DIB tidak mendidik pasien. Sebab masyarakat yang hanya mengalami sakit ringan dan belum layak untuk dibawa ke dokter berlomba-lomba ke puskesmas untuk berobat.
Demonstran menilai kebijakan politik kesehatan yang serampangan akan berdampak terhadap tidak maksimalnya pelayanan dokter kepada pasien miskin. Karena dokter dipaksa melayani puluhan pasien dalam 1 hari. Padahal idealnya dokter memeriksa dan berkonsultasi dengan satu pasien sekitar setengah jam.
Tuntutan dan kritik yang disampaikan para dokter ini ada benarnya. Selayaknya isu kesehatan tidak semata dimanfaatkan para elit untuk kepentingan politik jangka pendek. Isu populis ini biasanya digembar-gemborkan oleh calon kepala daerah sampai presiden saat pemilihan kepala daerah, pemilihan umum sampai pemilihan presiden.
Meski demikan kita juga menuntut komitmen dari pengelola rumah sakit pemerintah dan swasta termasuk dokter untuk lebih berpihak kepada nasib pasien miskin. Sudah banyak kasus pasien tidak mampu yang ditolak rumah sakit atau dokter dengan berbagai alasan. Bahkan tak jarang dijumpai kasus pasien papa, yang meninggal akibat lambatnya penanganan medis. Padahal dokter diikat sumpah untuk mengabdi kepada kemanusiaan dan tidak mengkomersialisasikan biaya berobat.
Selayaknya isu kesehatan—seperti halnya masalah pendidikan— mendapat perhatian lebih dari pemerintah pusat dan daerah. Karena sektor ini menyangkut kepentingan orang banyak. Salah satunya dengan cara meningkatkan anggaran kesehatan di APBN dan APBD.
Stop! Politisasi dan Komersialisasi Kesehatan
Ratusan dokter dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam Dokter Indonesia Bersatu (DIB) kemarin (Senin, 20/5) menggelar demonstrasi di depan Istana Merdeka.

EDITORIAL
Selasa, 21 Mei 2013 09:08 WIB


politisasi, komersialisasi, kesehatan
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai