Bagikan:

Wilfrida dan Pamrih di Tahun Politik

Di masa tenang setelah 3 pekan partai politik peserta pemilu 2014 riuh menebar janji dalam kampanye, kemarin kita mendapat kabar lain yang begitu menggembirakan.

EDITORIAL

Selasa, 08 Apr 2014 10:09 WIB

Author

KBR68H

Wilfrida dan Pamrih di Tahun Politik

wilfrida, politik, tki, pemilu

Di masa tenang setelah 3 pekan partai politik peserta pemilu 2014 riuh menebar janji dalam kampanye, kemarin kita mendapat kabar lain yang begitu menggembirakan. Saudari kita Wilfrida Soik dibebaskan dari dakwaan membunuh majikan oleh hakim di Pengadilan Malaysia. Pada 2010 lalu, TKI asal Nusa Tenggara Timur itu didakwa membunuh majikannya. Dan baru kemarin hakim Malaysia akhirnya menyatakan Wilfrida membunuh majikan dalam kondisi gangguan jiwa. Menurut berita yang beredar selama ini, Wilfrida terganggu jiwanya karena menjalani kerja akibat tekanan sang majikan.

Sudah empat tahunan kalangan aktivis buruh migran melakukan advokasi terhadap proses hukum Wilfrida. Ini karena negara tidak sungguh-sungguh memperjuangkan. Padahal menurut para aktivis Migrant Care Malaysia, ada ruang lebar untuk menyelamatkan Wilfrida. Dia adalah korban perdagangan manusia. Ada yang memalsukan tanggal lahir di paspornya. Tapi hasil pemeriksaan tim dokter di Malaysia terhadap tulang selangka menunjukkan, Wilfrida masih anak-anak ketika membunuh majikannya. Di Malaysia, hukuman mati tidak berlaku untuk anak-anak.

Dari putusan Pengadilan Malaysia kemarin, LSM Migran Care Malaysia gembira karena kampanye penyelamatan mereka berhasil. Mereka juga mendukung putusan pengadilan yang memerintahkan perawatan Wilfrida di Malaysia, daripada jadi komoditas politik di Indonesia. Rasanya kita semua mafhum karena memang seperti itulah tabiat para politisi kita, apalagi di musim pemilu. Tapi terlepas dari sikap pamrih pihak tertentu yang merasa punya andil dalam peristiwa ini, kita harus mengucapkan terimakasih. Sewajarnya saja.

Dalam situasi lain, mungkin kita bisa terima jika ada yang memamerkan jasanya atau memuji peran seseorang secara berlebihan. Tapi jadi tabu jika itu dilakukan saat ini, saat masa yang ditetapkan sebagai hari tenang oleh penyelenggara pemilu kita. Saat ini adalah saat di mana semua orang seharusnya cooling down setelah sebelumnya dibisingkan oleh pidato-pidato manis penuh janji para caleg dan juru kampanye. Biarlah proses pembebasan Wilfrida jadi bagian dari catatan hukum dan sejarah tentang nasib buruh kita di tanah rantau.

Selanjutnya, cukup kita tahu bahwa masih ada banyak TKI kita di luar negeri yang masih menghadapi ancaman hukuman mati. Yang dibutuhkan adalah kerja keras, bukan bicara keras. Di masa tenang ini, mari kita tenangkan diri, apa yang bisa kita berikan kepada negara ini agar menjadi lebih baik. Jadi ingat saat guru bahasa Indonesia di bangku SD mengajarkan, “Air beriak tanda tak dalam.” Nilai filosofis yang bisa kita pahami dalam konteks kekinian adalah, biasanya orang yang banyak bicara, tidak banyak bekerja.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending